Jumat, 30 April 2010

Generasi Penerus

Terus terang tulisan ini aku buat terinspirasi oleh salah satu keponakan yang meng’add’ aku di salah satu situs jejaring sosial. Kaget ‘sih’ karena tak menyangka dia menjadikan aku salah satu temannya. Terus terang aku agak minder dengan para keponakan aku sendiri yang aku pandang jauh lebih bonafit dan pintar dari diriku.
Masih terngiang-ngiang dan terbayang bagaimana para keponakanku dulu berebut perhatian ketika mereka berkunjung ke rumah dimana aku tinggal bersama ande (ibu alias nenek mereka). Aku adalah tante pengais bungsu bagi mereka. Tante terkecil tak bakal bisa mereka andalkan masalahnya dia juga seperti anak kecil terus karena dia adalah penyandang tuna grahita yang malah selalu meminta perhatian lebih dari sekelilingnya.
Sisca dia adalah ponakan tertua anak abang no. 6, super aktif dan cerewet . Kalau menanyakan sesuatu pasti terus sambung menyambung. Aku bilang kamu kalau nanya “sepanjang tali boruak” (boruak sejenis monyet pengambil kelapa di kampung asal kami, yang diikat dengan tali super panjang bila mengambil kelapa). Tidak jauh berbeda dari sifat aslinya yang suka bertanya sekarang malah berprofesi sebagai “host” tetap acara jalan-jalan di sebuah stasiun Televisi swasta.
Amalia anak kedua kakak perempuan ke 4 lain lagi, sejak kanak-kanak sudah terlihat sangat berani dan nekad. Bayangkan umur 9 tahun sudah bisa melakukan perjalanan yang cukup jauh dengan kendraan umum tanpa menyasar dari Pondok Labu Jakarta Selatan ke Tanah Abang Jakarta Pusat. Sifatnya keras kepala sehingga apa yang diinginkan harus dapat walaupun sudah ‘disewotin’ oleh orang sekelilingnya. Sekarang telah memiliki seorang anak tampan berumur satu tahun dari sang suami tercinta berkewarganegaraan Turki. Dia dengan berani berpisah dari anggota keluarga lain dan menetap di negara suaminya. Yang paling mencengangkan adalah perubahan kehidupan dari seorang tomboi yang tidak menunjukkan minat pada tugas-tugas stereotip perempuan menjadi ibu dan istri yang sangat profesional berkutat pada tugas-tugas pengelolaan rumah tangga.
Festi (anak pertama abang ke 5) lain lagi sejak kecil berbadan bonsor tapi sangat cekatan. Umur 9 bulan saja sudah pintar bernyanyi dan mengoceh lucu. Sudah dari muda memiliki sikap kritis dan cerdas tapi rasa sosialnya juga tinggi. Geli membayangkannya ketika berusia usia 3 tahun dia ikut sibuk membantu mencuci piring di rumah nenek di kampung halaman kami.
Reza (anak bungsu kakak nomor 4) lain lagi, selain kolokan, nakalnya minta ampun. Pernah aku ditonjok gara-gara aku tidak menepati janji untuk membawanya jalan-jalan. Sekarang sudah mahasiswa dan sudah punya pacar pula. Yang jelas sekarang sifatnya jauh lebih kalem.
Keponakan dari kakak tertua malah hampir seumuran dengan aku dan mereka sudah sibuk dengan bisnis masing-masing . Ketika masih kanak-kanak aku dan mereka seolah teman-teman seusia saja. Kami berasal dari generasi yang setara. Untuk meraih cita-cita harus dengan usaha keras dan kemandirian yang besar pula. Secara ekonomi jauh melampaui aku, tapi kuakui karena semangat mereka yang tidak cepat kendor seperti aku jadi wajar bila kemajuan itu mereka raih.
Kebetulan sekali aku berasal keluarga besar (12 orang bersaudara). Kalau dihitung semua keponakan dan anakku sendiri berjumlah 29 orang. Anak-anak kakakku sudah punya anak pula sehingga sekarang aku telah menjadi nenek dari sekian banyak cucu. Kalau semua berkumpul diperlukan satu aula yang sangat besar atau lapangan hijau yang cukup luas agar suasana berkumpul menjadi nikmat. Syukurlah aku diberi kesempatan oleh Allah melihat dan meyaksikan perkembangan generasi penerus keluarga kami.
Masih segar dalam ingatan betapa sibuknya aku ketika membawa 4 ponakan yang masih imut-imut naik metromini menuju satu mal yang baru dibangun jaman itu untuk bermain. Sebelum berangkat mereka harus menerima ‘ultimatum’ dulu dari aku yaitu tidak boleh minta macam-macam dan rewel diperjalanan kalau tidak mereka akan aku tinggal sama Satpam. Biasanya ultimatumku berhasil dan mereka semua patuh tidak seperti ketika bepergian bersama orangtua mereka sendiri. Yang pernah menikmati perjalanan bersama aku ini adalah anak-anak abang ketiga dan kakak keempat karena jumlah mereka memang lebih besar dibanding anak-anak kakak yang lain.
Sekarang semua mereka sudah dewasa sebagian besar telah bekerja dan bekeluarga dengan berbagai macam profesi. Terkadang terbayang olehku seandainya mereka bersatu membangun satu bisnis keluarga pasti bisa, karena mereka telah memiliki keahlian yang mumpuni untuk membangun suatu perusahaan. Aku membayangkan satu bisnis keluarga yang besar dan bertahan hingga beberapa generasi seperti perusahaan-perusahaan besar di benua Eropa. Tapi yang lebih penting menurutku adalah mempertahankan rasa persaudaraan karena pertalian darah dan sikap yang saling peduli untuk saling membantu. Apalagi ada sepupu mereka yang telah yatim dan masih bersekolah yang tentu membutuhkan biaya. Mudah-mudahan yang lebih tua dan lebih berada tidak melupakan saudara-saudaranya itu.
Seperti ungkapan seorang teman ketika melihat foto aku bersama para keponakan “ kau memiliki generasi penerus berbeda”. Aku berharap mereka sukses dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga mereka menjadi orang-orang yang bermartabat dan tidak melupakan akarnya.
Terimakasih kepada para keponakan, semoga kalian tidak tersinggung atau marah dengan tulisan ini. Ini hanya sekelumit kesan menyenangkan bergaul dengan kalian.

Tangerang. 30 April 2010

Minggu, 25 April 2010

Wouw Obama dan Ahmadinejad Cipika Cipiki

Boleh dikatakan hampir setengah tahun ini aku jarang tersenyum apalagi tertawa terbahak-bahak. Bagaimana mau tersenyum hampir tiap hari aku hanya menoton berita-berita televisi yang memiriskan hati dan membuatnya gundah gulana. Kalau begitu keadaannya mengapa aku masih menyalakan tombol barang elektronik yang satu itu, toh kalau aku tak ‘on’kan habis perkara. Tapi apa daya hanya itulah satu-satunya benda yang kuharap dapat mengibur waktu-waktu sepi dirumah setelah rampung atau sedang mengaso dari rutinitas rumah tangga. Aku tidak seperti kebanyakan ibu-ibu rumahtangga lain yang “demen” menonton acara sineton atau “infotainment”, aku lebih senang meng”up-date’ berita. Sayangnya beritanya selalu “bad” jarang yang “good”. Mulai dari kasus Century sampai berita si Gayus yang kaya raya di usia muda karena “menilep” uang pajak dan berita carut marut tindakan para pekerja dan mafia hukum disetiap lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif berada.
Tapi hari ini berbeda. Televisi Indonesia yang belum terlalu lama diluncurkan “SANGKAKALA DUNIA” menyiarkan berita walaupun tidak “live” tapi sangat menarik hati dan menyebabkan bibirku terangkat untuk tersenyum. Aku berjanji dalam hati pasti akan menebarkan berita ini pada kawan-kawanku yang mungkin melewatkan acara yang sangat menarik ini. Acara ini berupa “talk show” antara dua pemimpin dunia dari dua negara yang setahu aku saling bersebrangan dan menganggap bermusuhan satu sama lain yaitu Amerika yang mewakili dunia Barat dan Iran yang lebih cendrung mewakili belahan Timur; Mr Obama dan Tuan Ahmadinejad. Acara itu ternyata diadakan di Indonesia lho yaitu di di Taman Laut Takabonerate.
Taman laut ini memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia, terumbu karang yang sehat dan indah, dan kaya akan fauna laut. Pemandangan yang menakjubkan dengan hamparan pasir putih nan perawan, rasanya jiwaku terbang melayang nun jauh ke timur Indonesia.
Taman Laut Takabonerate terletak di Kabupaten Kepulauan Selayar, sekitar 25 kilometer dari Benteng, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Selayar, atau 300 kilometer dari Kota Makassar. Taman laut ini memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di Kepulauan Marshal dan Suvadiva di Kepulauan Maldives. Luas atol tersebut sekitar 220.000 hektar dengan terumbu karang yang tersebar datar seluas 500 kilometer persegi Ada 261 jenis terumbu karang yang telah teridentifikasi dari 17 famili. Indah berwarna-warni di dasar laut dan menjadi tempat berbagai macam ikan hias. Sebagian besar jenis karang tersebut telah membentuk terumbu karang atol (barrier reef) dan terumbu tepi (fringing reef). Semuanya tumbuh dengan sehat. Ada 15 buah pulau di Taman Laut Takabonerate. Di pulau-pulau itu tersedia penginapan milik penduduk setempat. Panorama sunset dan sunrise sangat menakjubkan dilihat dari pulau-pulau itu.
Memang tidak disebutkan di pulau mana dan kapan persisnya acara bincang-bincang itu diadakan tentu semuanya dimaksudkan demi menjaga keamanan dua orang terpenting dunia itu. Inilah hal pertama yang membuat senyumku, alangkah hebatnya Indonesia negaraku tercinta bisa mempertemukan dua kepala negara yang berseteru dan menunjukkan kepada mereka betapa indahnya Indonesia. Supaya seluruh penduduk dunia sadar akan kewajiban mereka menjaga keindahan itu karena bumi ini hanya satu dan dipakai beramai-ramai oleh semua manusia tak peduli ras dan kehebatannya.
Hal lain yang menyebabkan senyumku bertambah renyah tentulah isi pembicaraan antara dua orang itu sendiri. Penampilan mereka terlihat santai sekali. Keduanya mengenakan tshirt seperti yang dipakai oleh Gayus H Tambunan ketika dijemput pulang oleh Polisi Indonesia dari Sigapura. Presiden Amerika Serikat berkaos warna merah cerah sedangkan Presiden Iran dengan warna hitam, bedanya Obama mengkombinasikan dengan celana pendek sedikit di bawah lutut dan Ahmadinejad dengan celana panthalon santai semata kaki, dua-duanya berwarna krem muda. Wah pakaian mereka sungguh serasi semoga ini tanda-tanda akan munculnya perdamaian dunia abadi seperti dambaan banyak manusia di planet ini.
Pembawa acara bincang-bincang seorang reporter cantik berhidung mancung bermata tajam dan suara renyah dengan tekanan suara yang mantap tentu saja asli Indonesia. Dia mengawali acara dengan penjelasan bahwa acara ini disembunyikan dari penduduk kedua negara karena masalahnya sangat sensitif dan bila diketahui sebelumnya akan menggegerkan dunia karena pasti banyak pihak yang akan merasa dirugikan. Salah satunya adalah para pebisnis yang memperjualbelikan segala jenis senjata pembunuh yang selama ini menari-nari diatas darah yang bercucuran dari tubuh-tubuh mereka yang tak berdosa.
Pertemuan ini bisa berlangsung karena peran seorang diplomat muda Indonesia yang cukup mengenal dekat kedua orang itu. Dia bisa membujuk keduanya untuk bisa bertemu dalam suasana damai di sebuah kepulauan Indonesia yang belum begitu dikenal dan pasti aman dari penciuman nyamuk-nyamuk pers yang akan mengerumuni sumber berita super fantastis ini. Sekali lagi aku tersenyum ternyata masih ada penerus diplomat unggul Indonesia jaman dahulu Mr. Mohammad Yamin. Begini kira-kira terjemahan bebas acara bincang-bincang tersebut (kira-kira saja maklum Bahasa Inggrisku jelek)
R : Apa yang menyebabkan anda berdua mau bertemu di negara kami ini?
O : Sebenarnya kan saya sudah mau ke negara anda ini sebulan yang lalu tapi tidak kesampaian jadi tawaran ini sangat menarik karena tidak harus formal kenegaraan, dan saya pikir saya harus melakukan hal lain untuk perdamaian dunia ini seperti yang saya lontarkan pada masa kampanye dulu.
A : Terus terang sejak pertama kali datang ke negara anda saya langsung jatuh cinta dan saat itu telah berpikir disinilah perdamaian dunia yang pertama akan disuarakan dan didengarkan oleh warga dunia lain.
R : Apa pendapat anda tentang negara kami?
O : Setelah saya pelajari kembali tentang hubungan kedua negara kita saya merasa berdosa karena kami selama ini telah mengeksploitasi kekayaan negara anda hanya lebih untuk kepentingan warga kami semata. Sungguh sedih saya mengingat itu. Anda kan tahu semasa kecil saya pernah tinggal di negara ini. Sekian puluh tahun kemudian masih banyak kemiskinan yang saya lihat dan dengar seperti dulu itu tetap masih terjadi juga di sini. Sementara itu rakyat kami jauh lebih menikmati kekayaan alam negara anda melalui investasi yang tidak seimbang yang kami tanam di perbagai pertambangan di sini. Alam anda menjadi rusak tapi rakyat tetap miskin dan menderita tidak memperoleh apa-apa dari kekayaan itu.
A : Alam negara anda sungguh kaya, di atas permukaan tanahnya apa saja bisa tumbuh sedangkan dalam perut buminya segala jenis bahan tambang yang dibutuhkan manusia juga tersedia banyak sekali. Akan tetapi kelihatannya (maaf saya harus mengatakan ini) para pemimpin anda kurang peduli untuk mengelola alam ini dengan perencanaan terinci, hati-hati dan berkelanjutan antar generasi. Sepertinya antara satu kebijaksanaan dengan kebijaksanaan lain tak ada hubungan yang saling menunjang untuk mendapatkan hasil yang akan memakmurkan semua warganya tapi tidak menghancurkan bumi dan tanah itu sendiri. Maaf juga saya katakan sepertinya penduduk negara anda punya sifat “cukup santai” dalam usaha pelestarian alam mungkin sifat itu muncul karena kalian tidak menghadapi tantangan seperti kami dari belahan dunia yang mengalami 4 musim cuaca.
R : Pertanyaan ini saya ajukan untuk anda Mr Obama. Saya rasa anda tentu tahu bahwa negara kami dicap sebagai negara terkorup di Asia Pasifik, terus bagaimana pendapat anda tentang bantuan dari Bank Dunia dan Lembaga Keuangan lain yang tentu saja negara anda menjadi bagian terpenting dari lembaga-lembaga tersebut untuk mengatasi masalah itu. Dan apakah anda dan pemimpin negara donor lain tidak merasa bersalah atas korupsi yang maha dashyat tersebut, sementara sejak dulu hingga sekarang kalian menggelontorkan dana ke negara kami dengan pengawasan yang minim terhadap kebocoran yang terjadi?
O : Oh iya tentu saja saya tahu, saya kan selalu membaca hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan luar negri negara kami. Saya sungguh menyesal dengan kenyataan itu, setelah saya berulang kali mengkaji saya baru menyadari betapa bahayanya korupsi ini, dan saya berkesimpulan bahwa korupsi jauh lebih berbahaya daripada terorisme yang kami dengungkan selama ini. Karena secara langsung dan tidak langsung korupsi itu sekaligus akan menyuburkan terorisme karena ketidakadilan ekonomi yang dirasakan banyak orang di seluruh belahan dunia. Setelah selesai dengan pemantapan dan pengkoreksian akuntabilitas keuangan di negara saya sediri, saya berjanji akan meneliti kembali cara pemberian dan pengawasan pinjaman ke negara-negara lain, terutama ke Indonesia. Benar sekali bahwa negara donor harus melakukan pengawasan yang ketat kepada pengelola dana yang kami pinjamkan agar sesuai dengan tujuan semula, seharusnya dana itu membawa mamfaat kepada rakyat kedua belah pihak, karena sebenarnya kan uang itu milik rakyat yang dipercayakan kepada masing-masing pemerintahnya.
A : Walaupun anda tak menanyakan pendapat saya (sambil tersenyum dan melirik kepada Mr Obama) saya rasa rakyat kami perlu menularkan kemandirian kepada rakyat Indonesia. Berkat embargo yang dihukumkan kepada kami malah kami lebih mandiri baik ekonomi maupun teknologi dibandingkan negara lain yang selalu dibantu oleh negara-negara yang lebih maju. Anda boleh berkunjung ke negara saya dan lihatlah betapa mulusnya jalan raya yang ada di semua propinsi di negara kami (sekali lagi melirik dan tersenyum ke arah Obama).
R : Saya ingin menanyakan masalah yang sangat sensitif untuk anda berdua. Apa yang akan anda lakukan terhadap senjata-senjata nuklir yang negara anda miliki dan atau yang akan kalian kembangkan?
O : Sebagai jurnalis tentu anda telah membaca kebijaksanaan pengurangan senjata nuklir kami kan? Baru-baru ini saja kami dan Rusia telah menyepakati pengurangan senjata nuklir yang signifikan kan? Selanjutnya secara pribadi sebenarnya saya tidak ingin lagi mengembangkan persenjataan ini, lebih baik kami alihkan untuk membangun industri penghijauan bumi dan tekhnologi ruang angkasa. Suatu saat saya ingin kekayaan negara kami bisa menghijaukan gurun-gurun pasir di seluruh benua yang makin luas saat ini. Saya ingin mengairi lahan-lahan pertanian dimanapun sehingga tak ada lagi manusia yang kelaparan karena tidak ada pangan saat musim kering yang menggila. Saya (sambil menundukkan kepala dan mimik duka) tidak ingin lagi melihat penduduk di benua asal negara ayah saya mati kelaparan seperti daun kering bergelimpangan dimana-mana.
A : Sebenarnya masyarakat di negara saya cinta damai kami tidak suka perang. Anda tahu kami ini berasal dari ras tertua di bumi ini, kami yang pernah berkuasa, kami juga pernah kalah. Kami tahu rasanya berkuasa dan dikuasai. Kami termasuk suku bangsa tertua di muka bumi ini yang memiliki kebudayaan bercitarasa tinggi, macam mana pula kami mempunyai ambisi untuk menguasai dunia dengan peralatan perang yang maha canggih? Kami sedih sekali menyaksikan begitu banyak artefak berharga di Mesopotania yang hancur karena invasi ke negeri tetangga kami Irak. Hanya karena dorongan ‘self defense mechanism’ sajalah kami ikut membuat senjata nuklir. Kalau tidak karena ancaman dan pengucilan warga dunia lain kami tidak akan mengembangkan senjata-senjata pemusnah itu. Kami pemimpin dan rakyat selalu berpikir aneh mengapa hanya sebagian saja negara di dunia ini yang boleh mengembangkan senjata pemusnah sementara bagian dunia lain dilarang, hanya negara-negara tertentu yang memiliki hak memulai atau melarang perang sementara yang lain harus pasrah menerima hantaman senjata sapu jagat, kami selalu bertanya dimana letak keadilan ?! Jadi kami hanya berusaha melakukan keseimbangan. Toh kalau semua negara yang memiliki senjata tersebut memusnahkannya atau mengalihkan industri peralatan perang tersebut menjadi industri peralatan pertanian, pengairan dan penghijauan saya meyakinkan pada anda dan dunia bahwa kami pasti akan melakukan hal yang serupa pula.
R : Apa yang akan anda lakukan selama liburan berdua di kepulauan sorga milik bangsa kami Indonesia ini ?
O : Kami hanya punya waktu dua hari saja banyak tugas kenegaraan kami yang masih melilit dan perlu penyelesaian. Saya dan Mr Ahmadinejad akan merundingkan segala hal tentang perdamaian dunia, bagaimana sikap saya terhadap Iran, Irak, Afganistan, Pakistan dan Korea Utara. Saya meminta pendapat Mr Ahmadinejad tentang persenjataan yang sedang dikembangkannya langsung dari tangan pertama. Saya tidak ingin mengulang pengalaman buruk pendahulu saya yang terkecoh oleh data inteligen yang salah ketika menyerang Irak (tersenyum manis ke arah Presiden Iran).
A : Sama, saya juga hanya bisa mencuri waktu dua hari dari tugas rutin kenegaraan saya. Bumi anda sungguh indah, saya pribadi bersunguh-sunguh ingin menjaga dan melestarikannya. Saya akan menjabarkan politik luar negri kami ke Mr Obama dan bertekad akan bekerja sama untuk menciptakan dunia yang damai dan sejahtera. Tidak perlu lagi perang dan pemusnahan bangsa-bangsa. Tutup kesengsaraan masa lalu dengan memajukan kenyamanan diseluruh permukaan bumi ini, kami berkewajiban mengobati luka-luka yang menganga dan kembali menyuburkan lahan-lahan dunia. Dukung setiap suku bangsa menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan keadaaan alam yang telah diberikan Yang Maha Kuasa dan tidak perlu memaksakan adanya keseragaman di seluruh permukaan dunia. Perbedaan yang dikelola dengan baik itulah yang akan menciptakan keindahan dan keharmonisan dimanapun berada.
R : Terakhir pertanyaan saya, apa yang akan dilakukan negara anda terhadap kerjasama dan perniagaan antar negara anda dan negara kami Mr Presiden?
O : Saya akan mencoba merevisi kembali perjanjian perdagangan dan pengeksploitasian kekayaan Indonesia. Saya sadar ketidakadilan selama ini yang terjadi pada pengelolaan tambang emas, minyak, gas, batubara dan hasil bumi yang lain. Selanjutnya akan saya programkan bagaimana memperbaiki kembali kerusakan alam yang terjadi akibat pengekslpoitasian sumber alam itu. Saya bertekad bahwa kami pemimpin dan rakyat Amerika Serikat akan berlaku adil pada rakyat Indonesia, rakyat disini harus menerima apa yang seharusnya mereka terima. Untuk itu kami akan mendukung pemilihan pemimpin negara atau kepala daerah di Indonesia yang tidak bertabiat korup dan tamak dengan harta benda.
A : Kami akan mengajak pemimpin disini untuk mengelola negara dengan kejujuran dan kami akan mentransfer ilmu dan teknologi yang kami miliki kepada rakyat Indonesia. Saya rasa perlu dikembangkan budaya untuk mencintai desa-desa sendiri daripada budaya urbanisasi yang ternyata hanya memakmurkan sebagian orang saja. Negara anda luas sekali sudah seharusnya masih – masing wilayah dikembangkan secara adil sehingga tidak ada lagi penumpukan penduduk hanya di perkotan saja.
R : Saya mewakili rakyat Indonesia mengucapkan terimakasih kepada anda berdua karena telah sudi bersantai dan merundingkan masalah dunia di negeri kami ini. Saya berharap tidak akan lama lagi menyaksikan perdamaian yang indah itu terjadi. Sebagai jurnalis saya sudah bosan dan tidak ingin lagi menjadi saksi pertumpahan darah di manapun di bumi ini karena perang yang sia-sia. Selamat menikmati liburan ini Mr Presiden. Saya ingin melihat anda berjabatan tangan sebagai tanda diawalinya perdamaian dunia. (Sang Reporter cantik ternganga melihat kedua Presiden tak sekedar bersalaman tapi juga cium pipi kanan dan cium pipi kiri yang selama ini terlihat bila dua pimpinan negara di Timur Tengah bersua).
Lamat-lamat terdengar merdunya suara John Lennon yang menyanyikan lagu “Imagine”, tak terasa air mata bahagia mengalir di pipi saya. Air dingin di pipi saya mengagetkan dan “Astaghfirullah” saya terjaga, cipika cipiki Obama dan Ahmadinejad hanya mimpi indah belaka.
Tangerang, 25 April 2010
Sumber : http://emote.rkasigi.net/kucingonion/fyi.gif; http://www.enjoysulawesi.com; Wikipedia bahasa Indonesia

Senin, 19 April 2010

Walaupun Hanya Di Dapur Tetaplah Cerdas Para Wanita




Waktu berlalu begitu cepat lebih 130 tahun sejak Raden Ajeng Kartini penggagas emansipasi wanita yang diakui sebagai salah satu pahlawan lahir (Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini) memang banyak perubahan pada wanita Indonesia. Terlepas dari pro dan kontra tentang peranannya bagaimanapun dapat diambil hikmah bahwa kemauan dan kepandaian Kartini membaca telah mencerahkan sebagian wanita di negara ini.
Kemajuan wanita Indonesia bisa kita saksikan di mal-mal atau gedung-gedung pencakar langit di kota-kota besar khususnya di Ibukota Jakarta. Lihatlah dengan pakaian minimalis atau tertutup rapat mereka tampil modis dan wangi semerbak. Sambil menenteng laptop atau sedang memainkan keypad telpon genggam yang canggih mereka berwara-wiri penuh kesibukan semuanya melambangkan ke’moderen’an dan kemajuan jaman.
Tapi dibalik gedung-gedung dan kemewahan kota-kota besar jauh lebih banyak wanita yang terpuruk dengan nasib yang serba berkekurangan. Tiap hari mereka bergelut memperjuangkan hari demi hari untuk keberlangsungan kehidupan keluarganya. Lihatlah pagi dan sore di dalam bis berpuluh-puluh wanita berdesak-desakan untuk ulang-alik ke tempatnya mencari nafkah, tak sedikit mereka yang sedang buncit perutnya karena hamil juga harus bergelantungan “ngap-ngapan” di senggol ke kanan dan ke kiri. Lihat pula di pusat-pusat perdagangan betapa banyak wanita yang harus tetap berdiri berjam-jam melayani atau sekedar menjaga barang dagangan yang diamanatkan kepada mereka demi mendapatkan kurang lebih 25ribu rupiah gaji harian dari majikan yang menugaskan mereka.
Kita tengok jauh dari ibukota, betapa tragis nasib para perempuan di tambang-tambang timah rakyat kepulauan Bangka Belitung. Mereka harus terpapar dengan biji-biji timah dan paparan air pendulang timah itu dari terbit matahari hingga tenggelamnya diufuk senja. Sementara hasil yang mereka peroleh tidaklah seberapa dibandingkan harga timah yang membubung tinggi di pasaran dunia. Nasib yang tidak lebih baik juga dialami para buruh di pabrik-pabrik, upah minimum yang mereka dapatkan tidak pernah benar-benar bisa dinikmati (bahkan untuk sebagian yang lain untuk yang minimum saja juga tidak mereka terima). Bagaimana tidak upah yang mereka peroleh tak akan mungkin mengejar kemahalan hidup yang selalu naik setiap saat.
Barangkali yang lebih membuat miris adalah perlakuan terhadap tenaga kerja wanita yang berpayah-payah di negri nun jauh di sana. Demi devisa katanya dari rezim ke rezim “kebijaksinian” pengiriman tenaga kerja wanita yang minim ilmu dan ketrampilan ini tetap dilanjutkan. Syukur bila mereka memperoleh gaji yang memadai dan majikan yang welas asih. Tapi masih sering kita dengar akhirnya mereka pulang ke Indonesia dalam keadaan lebam karena bogem mentah sang tuan atau nyonya bahkan pulang dalam keadaan “gila” atau paling parah pulang dalam keranda atau nama saja.
Jika RA Kartini dahulu bisa mencurahkan kesepian dan kegelisahannya kepada teman-teman “londo”nya di Eropah sana karena kecerdasan otak, kepriyayian dan kesempatan yang luas menimba ilmu dari buku-buku yang ada di istana keluarganya, bagaimana dengan nasib wanita kebanyakan sampai masa sekarang, seabad lebih dari kelahiran beliau?
Menurut saya yang juga bodoh dan awam ini, daripada wanita yang telah maju hanya bersibuk diri dengan seminar sana dan sini mengenai emansipasi dan kesamaan hak antar gender, alangkah lebih baik mereka yang telah memperoleh kelebihan rizki dan kecerdasan itu bertindak lebih aktif di dunia nyata. Seperti yang dilakukan ibu kembar (Ibu Rosi dan Ibu Rian) yang mendidirikan sekolah Kartini untuk mendidik anak-anak pemulung.
Melalui media yang ada terutama televisi yang telah mencapai pelosok digiatkan acara-acara penyuluhan agar wanita seluruh Indonesia ini melek huruf dan bacaaan daripada mereka hanya disuguhi acara hiburan dan sinetron saja yang tidak membumi dan tidak meningkatkan ilmu pengetahuan. Kementrian Informasi dan Pemberdayaan wanita seharusnya bisa “memaksa” media massa memberikan jatah jam tayang acara-acara yang akan memajukan wanita seluruh Indonesia. Kegiatan PKK dan Posyandu digiatkan kembali untuk memberi pelatihan praktis kepada para wanita dalam memberdayakan diri mereka. Majlis-majlis taklim yang lebih banyak diikuti para ibu itu juga bisa meningkatkan kemampuan wanita dengan menyiapkan kegiatan yang mengharuskan mereka membaca bacaan yang bermamfaat untuk kehidupan mereka sehari-hari, selain tentunya ilmu Al Qur’an dan Hadis yang memang wajib untuk dipahami oleh para muslimah itu.
Bila semua wanita yang lebih cerdas mencoba mencari lebih banyak informasi maka akan kagetlah mereka karena banyak di antara para ibu yang ada di ibukota ini yang masih buta huruf atau walau pandai membaca mereka tidak pernah membaca lagi setelah tamat sekolah dengan alasan kesibukan mengurus rumah tangga.
Hendaknya para penggiat wanita atau para wanita yang telah dipercaya untuk memimpin kaumnya selalu mengingatkan para wanita lain untuk tetap mencari ilmu dan rajin membaca. Pameo kuno yang menyatakan bahwa wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena nanti mereka tetap ke dapur juga jangan dijadikan alasan lagi untuk tidak meraih pendidikan yang setinggi mungkin karena wanita adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Jangan remehkan lagi pedidikan bagi kaum wanita karena dari merekalah akan lahir generasi penerus yang lebih brilian dan beradab mulia.
Selamat Hari Kartini bagi yang merayakannya semoga wanita Indonesia lebih cerdas dan berharga dan tidak lagi hanya dikenal sebagai pembantu rumah tangga semata di negri tetangga.
Tangerang. 19 April 2010
Sumber :
http://www.vienka.com/2010/04/biografi-r-a-kartini.html;
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html; http://hurek.blogspot.com/2007/08/ketegaran-ibu-kembar-sekolah-darurat.html

Rabu, 14 April 2010

Sedikit Pemahaman Untuk Para Lansia Kita

Punggung melengkung, badan kecil menciut dan sekujur tubuh terlihat jaringan vena biru nyata dibalut kulit tipis keriput. Yang tak hilang adalah raut wajah manis dan garis-garis senyum di bibirnya. Dari tadi bolak – balik dari ruang tengah ke arah dapur. Terus terang jantungku kadang berdegub lebih kencang takut kalau- kalau kakinya tersandung dan terjatuh. Terkadang jalannya mulai melayang condong ke kiri dan ke kanan. Tapi bila dilarang bekerja wah bisa mengambek dan masuk ke kamarnya dalam waktu yang lama. Tunggulah sampai dia keluar sendiri dari kamar dan lupa dengan masalah sebelumnya. Keadaan akan baik-baik saja bila aku dalam kondisi sehat, tapi bila kondisiku sedang drop bisa berabe karena si nenek tetap ingin mempertahankan ritual kerja dapurnya mulai sejak selesai subuh sementara aku ingin kembali tidur karena tubuhku lemas. Beliau selalu ingin melakukan segala sesuatu seperti ketika kami anak-anaknya masih muda; tatkala beliau sibuk menyiapkan segalanya sendiri, tapi usianya yang telah sangat lanjut itu tentu tak memungkinkan keinginannya itu terwujud.
Hidup bergabung dengan orang lanjut usia di kota besar dengan irama yang sangat berbeda dengan kehidupan masa lalu mereka terus terang penuh problema. Disatu sisi sebagai anak yang menyayangi aku sadar bahwa tingkah ibu lansia itu harus dihadapi dengan sikap sabar dan welas asih. Namun di sisi yang lain kondisi kesehatan dan permasalahan yang aku hadapi sehari-hari kadang membuat aku sering merasa kehabisan oksigen sehingga kurang sabar menghadapi tingkahpolah tersebut. Berbeda dengan kaedah umum dimana seorang nenek lansia akan bersikap manja dan tergantung pada pertolongan anggota keluarga lain, sebaliknya ibuku terlalu mandiri dan selalu ingin melayani orang tapi kekuatan fisiknya tentu tidak memungkinkan terus bekerja. Konflik timbul karena irama kehidupan aku sekeluarga yang agak santai jauh berbeda dengan situasi ibu dulu yang selalu sibuk mengurus keluarga besarnya.
Walaupun aku bersaudara cukup banyak tapi ibu lebih betah tinggal bersamaku mungkin karena aku anak perempuan dan hanya punya satu orang anak jadi beliau merasa tidak perlu menyesuaikan diri dengan banyak orang. Dengan kakak yang lain beliau merasa kurang cocok padahal dari segi fasilitas fisik jauh lebih memadai daripada di rumahku. Ada saja alasan beliau untuk tidak lama-lama di rumah kakak-kakakku. Sering alasan itu tidak bisa diterima akal sehatku karena hanya khayalannya belaka, seperti kamar yang ditempatinya akan dipakai oleh salah satu cucunya padahal jelas-jelas kamar itu dibangun khusus untuk beliau sedangkan cucunya telah punya kamar sendiri.
Bila tidak saling memahami tingkahlaku dan ungkapan-ungkapan lansia seperti itu bisa dipastikan sering akan terjadi percekcokan antar keluarga (antara kakak adik atau anak dan para mantu para lansia itu). Berdasarkan pengalaman pribadi dan cerita teman-teman yang kebetulan juga tinggal bersama orang tua atau kakek-nenek lansia, aku pikir sudah saatnya kita lebih memahami dan melakukan perencanaan untuk menghadapi masa-masa tersebut. Perencanaan menghadapi masa itu perlu demi kebahagiaan lansia juga anggota keluarga lainnya.
Apalagi disinyalir jumlah lansia (di Indonesia khususnya) semakin banyak. Menurut Data Departemen Sosial diperkirakan tahun 2010 ini 23juta jiwa dan akan menjadi lebih 28 juta jiwa pada tahun 2020 (sumber: http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/jumlah-lansia-di-indonesia-16,5-juta-orang/)
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus. (http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/11/psikologi-lansia/)
Menurut Erik H. Erikson dalam Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), lanjut usia itu terletak pada tahap ke delapan perkembangan psikososial yang terjadi pada usia sekitar 60 atau 65 ke atas dimana dalam usia itu terjadi konflik antara Integritas dan Keputusasaan. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri (http://www.scribd.com/doc/17153789/erikeriksoi)
Integritas itu paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian (http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/perkembangan-psikososial-masa-dewasa-akhir/).
Walaupun menurut data ada yang terlantar sebanyak 2,7 juta lansia kondisinya telantar dan rawan terlantar sebanyak 4,5 juta http://nasional.kompas.com/read/2009/10/19/09344610/Wow..Tahun.2020.Lansia.di.Indonesia.Akan.Capai.28.8.Juta) namun secara umum sampai saat ini kita orang Indonesia masih menghormati orang tua dan menjaga mereka di rumah anggota keluarga yang ada semisal anak atau cucu mereka.
Tapi terkadang kita kurang menyadari bahwa mereka juga masih ingin diakui eksistensinya dan masih ingin memiliki kebebasan secara fisik dan materi . Untuk itu sebaiknya sebelum kita mencapai lansia harus mempersiapkan diri baik materi ataupun kejiwaan. Materi tentu dari menyisihkan penghasilan sewaktu masih produktif serta menjaga kesehatan fisik sehingga bisa tetap aktif dan mandiri di masa lansia. Secara kejiwaan tentu segera menyadari dan meninggalkan sikap dan sifat-sifat buruk atau yang berlebihan ada pada diri. Misalnya melatih kesabaran, membuang obsesi yang sulit dicapai dan meningkatkan kualitas spiritualitas dengan mempelajari agama masing-masing lebih mendalam.
Sedangkan bagi kita yang masih memiliki orang tua lansia. Bila anggota keluarga berkemampuan ekonomi yang kuat sebaiknya lansia itu dibangunkan rumah yang menyatu atau berdekatan dengan salah satu/banyak anggota keluarga yang lain, sehingga mereka tetap merdeka dengan kemauannya karena berada di rumah sendiri tapi tetap dibawah pengawasan anggota keluarga yang berdekatan. Dengan kata lain masing-masing bebas dengan kebiasaannya. Untuk anggota keluarga lansia sering-seringlah mengunjungi mereka karena hubungan silatuhrahm itu pasti akan menggembirakan karena lansia merasa tetap mendapat perhatian lingkungannya.
Tip dan trik yang ditulis seorang blogger perempuan berikut ini rasanya juga cukup membantu lansia menikmati hidup yang bahagia.
Pertama, Sebelum bad mood datang, perhatikan apa kesenangan dan kebutuhannya, bisa juga menanyakan apa yang sangat diinginkan. Namun juga siap-siap berbesar hati jika telah berusaha atau sudah memenuhi kesenangan dan kebutuhannya, lansia seolah-olah tidak begitu butuh atau bahkan memenolak menerima sesuatu yang diminta tadi telah dihadirkan.
Kedua, cermat dalam mencerna apa yang sedang dibicarakannya, seringkali keinginan itu tak tersampaikan secara jelas, berputar-putar. Jadi ambil kata kucinya. Misalnya dalam ungkapan “Saya diundang ke keraton, sekarang di keraton ada pesta, semua abdi dalem diundang, akan banyak yang hadir dan ada buah anggur di sana”, berarti ini menandakan anggur adalah yang diinginkan. Tunggu dan lihat perubahannya ketika anggur itu sudah dihadirkan.
Ketiga, baik menciptakan kebersamaan dalam satu kesempatan, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sendiri atau rasa terpinggirkan. Misalnya makan bersama, menemaninya pada saat akan tidur, membacakan ayat suci al-quran (bagi yang muslim) dan sebagainya. Ini untuk membangun rasa bahwa diri lansia (yang umumnya seperti merasa tak bisa lagi berarti) masih dianggap dan diperhatikan.
Keempat, fasilitasi lansia dalam sebuah komunitas atau tempat berkumpul dimana lansia dapat turut bergabung. Yang saya dapati adalah lansia terlihat tak seperti biasa, atau tiba-tiba seperti punya energi ketika dirinya mengetahui akan ada kegiatan dirumahnya atau mendapatkan undangan kumpulan;pengajian rutin yang diadakan tiap bulannya.
Kelima, hadirkan sesuatu yang bisa membuat lansia bercerita tentang pengalaman hidupnya. Ini bisa menjadi obat rindu dan cukup membahagiakannya. Ada cerita diperoleh tanpa sengaja. Waktu itu beliau mendekati lap top, karena terdengar oleh beliau lantunan ayat suci al-quran dari computer jinjing. Saat mendekat, Microsoft Work Word Processor baru saja diminimize, jadi terlihatlah oleh beliau wallpaper bergambar Ka’bah dan jamaah yang berjibun di sekitarnya. Beliau berkata “Tahun 2000 saya ke sana” dan seterusnya. Cerita beliau berlanjut dan cukup panjang. Soal pengumpulan ongkos, suami tercinta beliau, kejadian apa saja yang di alami di tanah suci, hingga muncul kisah yang mengesankan.
Taukah kau kawan, beliau hanya butuh didengar dan sedikit direspon untuk pengalamannya. Beliau pun tersenyum 12 jari dan tampak bahagia juga ketika melihat photo beliau di 2004 (yang tak dimiliki beliau) ada dalam picture document “Itu ketika saya masih muda, heeee…” kata beliau dengan senyum luasnya. Selain melalui photo, hal lain yang bisa menjadi alternatif adalah jalan-jalan ke tempat dimana dulu lansia berutinitas atau sekedar transit. Misalnya; pasar, stasiun. Lalu, bila memungkinkan bersama menaiki alat transportasi yang juga sering ia gunakan dulu; kereta api, becak, andong dan sebagainya
Sepertinya, hal-hal seperti inilah yang baik untuk sering di munculkan bagi para lansia. Membuka memori soal pengalaman-pengalaman yang menyenangkan dalam hidupnya. Sebaliknya, jauhkan beliau dari sesuatu yang bisa menghidupkan ingatan buruknya. Misalnya perlakuan buruk atau betapa tak bertanggungjawabnya orang lain terhadap dirinya.
Syahdan, hal-hal tersebut seperti memberikan kepuasan, energi baru dan membebaskan tekanan rasa yang dimiliki beliau. Sedangkan peristiwa yang sangat buruk terjadi berlulang-ulang di masa lalunya dapat seketika menganggu psikologisnya, tentu juga berimbas kepada laku.
Kawan, tampak olehku bahwa kebutuhan bereksistensi juga masih ada dalam diri lansia, meskipun hanya melalui kisah nyata masa lalu yang diperdengarkan pada kita (Handayaningrum http://perempuannya.wordpress.com)

Sekelumit bahasanku tentang lansia berdasarkan pengalaman pribadi dan terimakasih kepada narasumber yang telah memperkaya pengetahuanku. Semoga ada mamfaatnya.

Tangerang, 13 April 2010

KETIKA INGIN MASUK SURGA SENDIRIAN, MASUK NERAKA RAMAI-RAMAI

Hampir dua tahun ini kita selalu disuguhkan berita simpang siur kasus-kasus korupsi Kolusi Nepotisme dan kerusakan budi pekerti di seluruh lapisan masyarakat. Terakhir heboh soal penggelapan dan korupsi uang pajak oleh seorang pegawai muda di direktorat Pajak. Seorang yang baru berkarya lima tahun di kantor bendahara negara itu bisa mengumpulkan uang lebih 25 milyar yang bagi pegawai lain mungkin tak akan terkumpul seandainya mereka tetap kerja sampai akhir hayatnya. Hal ini telah mengait banyak nama yang seharusnya bisa kita hormati karena tugas mulia yang diembannya. Tapi sayang kedudukan yang tinggi tidak seiring dengan peningkatan budi pekertinya, ketamakan dan kerakusan akhirnya membunuh jiwa mereka perlahan-lahan.
Perbuatan pegawai pajak golongan 3A itu turut mencoreng nama pegawai lain yang merasa tidak bersalah. Mereka yang merasa bersih itu mulai mengekspresikan keluh kesah karena masyarakat menyamakan mereka dengan pegawai yang ketahuan maling itu. Bacalah komentar & keluhan seorang pegawai pajak di situs www.kompasiana.com yang menyatakan bahwa banyak pegawai pajak yang hidup “pas-pasan” tidak seperti Gayus Halomoan Tambunan yang telah menjadi tersangka itu.
Mengapa orang – orang tertentu begitu beraninya melakukan kecurangan dan ketidakjujuran? Apakah orang-orang disekelilingnya begitu buta? Mengapa setelah satu kasus terkuak di media massa (membuat masyarakat gerah sehingga akhirnya menggeneralisasikan bahwa kelakuan semua pekerja di instansi itu sama busuknya) barulah mereka yang merasa bersih mengeluh atas penghukuman orang kebanyakan itu?
Suatu hari saya pernah bertanya pada seorang relasi yang bekerja di perusahaan media massa. Apakah dia tahu dan atau pernah membaca peraturan perusahaannya dan apakah dia tahu perusahaannya membayar pajak kepada negara. Sambil tersenyum “nyegir” dia menyahut :”iya belum pernah membaca peraturan secara utuh, kalau soal pajak aku ragu kayaknya gak tuh karena kata bos perusahaan masih terus dalam tahap investasi.”
Dua fenomena di atas. Pertama pegawai pajak yang merasa bersih berkeluh kesah dan kedua wartawan di sebuah perusahaan media massa yang belum membaca peraturan perusahaan dan ragu apakah kantor tempatnya bekerja (yang telah bertahun-tahun dan tetap eksis menyiarkan berita) membayar pajak adalah kejadian lumrah di negeri ini.
Bisa diasumsikan bahwa pegawai dan para karyawan yang telah bekerja bertahun-tahun pada satu perusahaan atau instansi pemerintah tentu mengetahui praktek curang rekan kerja atau bahkan perusahaannya sendiri. Namun mereka tidak mau menegur bahkan pura-pura tidak tahu. Prinsipnya adalah yang penting saya bersih dan tidak ikut melakukan keburukan itu. Paling sesama yang bersih itu saling bergosip tapi tidak berusaha bersatu menunjukan kekuatan untuk menghancurkan kejahatan. Sebaliknya yang berprilaku buruk akan berusaha dengan cara apapun mempengaruhi mereka yang tidak ikut untuk mencicipi madu kecurangan itu dengan alasan bila ketahuan dia tidak celaka sendirian.
Seharusnya para pegawai pajak yang merasa bersih tidak berkeluh kesah sekarang setelah semua orang mencap mereka sebagai “koruptor”. Ini adalah buah ketidakpedulian mereka karena mereka mungkin hanya ingin masuk surga sendiri. Mereka menakutkan masa depan tapi tidak berusaha mencari teman dan mengumpulkan kekuatan putih yang akan mengalahkan kemungkaran disekelilingnya. Mereka seolah menutup pancaindranya dari segala bentuk kejahatan disekelilingnya dengan alasan lain “kami tak berdaya”.
Kalau ingin berkaca dengan kehebatan pendiri negara Indonesia ini. Seharusnya generasi muda apalagi yang mulai memegang kunci-kunci penting di banyak istansi dan mereka yang tetap memegang komitmen untuk menjaga sumber nafkah yang bersih bersatu dan bersama-sama membasmi kejahatan. Jumlah pendiri negara tidaklah banyak tapi karena bersatu mereka mampu mengenyahkan kaum penjajah dari bumi Indonesia. Masak kita tidak bisa membasmi para koruptor dan pencoleng uang rakyat itu??! Percayalah walaupun jumlahnya lebih sedikit kebenaran pasti bisa mengalahkan keburukan.
Mulailah dengan membaca dan memahami peraturan perusahaan karena dari situlah sumber kehidupan anda, kemudian carilah teman yang seprinsip, tebarkan kebaikan dan jangan takut melawan kejahatan. Carilah dan ajaklah teman-teman untuk masuk surga, biar surga yang dijanjikan begitu indah itu sesak oleh manusia, bukan sebaliknya neraka yang mengerikan yang akan dimasuki berjubel-jubel untuk menemani setan dan iblis yang jahanam.

Tangerang, 2 April 2010

MAU DIBAWA KEMANA PENDIDIKAN KITA

Alhamdulillahirrobula’lamin akhirnya selesai sudah anakku mengikuti Ujian Nasional (UN) SMPnya. Hasilnya masih menunggu minggu-minggu pertama bulan Mei mendatang.Harapanku dia berhasil lulus dengan nilai yang cukup untuk memasuki sekolah yang terbukti berkualitas dan mendidik murid-muridnya dengan cara yang jujur. Aku percaya hanya dengan modal kejujuran itu anakku akan selamat di dunia dan di akhirat nanti.

Aku jadi teringat beberapa bulan yang lalu ketika awal-awalnya dia kelas III (kelas 9), hampir tiap hari aku nyinyir seperti nenek-nenek bawel supaya diamembaca dan mengulang pelajaran sekolahnya agar dia lulus pada UN yang tidak lama lagi. Tapi dia dengan super yakin menjawab “tenang aja bu, pasti lulus”. Aku tetap ngeyel “yakin amat sih, gimana bisa lulus kalau tidak pernah membaca dan mengulang pelajaran, sepintar-pintarnya orang ya tetep harus mengulang pelajarannya nak”.

Lama-lama aku capek juga dan pasrah membiarkan dia dengan pola belajarnya karena aku yakin sebenarnya anakku pintar tapi belum bertemu sesuatu yang “klik” membuat dia lebih rajin. Tapi suatu hari kutanyakan lagi mengapa kok dia bisa begitu yakin lulus tanpa persiapan belajar dan terngangalah mulut dowerku ini. Jawabnya “ bu aku dengar dari kakak-kakak yang telah lulus bahwa anak kelas tiga itu pasti ntar dikasih bocoran soal-soal UN jadi tenang saja aku pasti lulus”. “Wah kalau itu benar sungguh menyesal ibu menyekolahkan kamu di situ, dulu ibu berpikir dengan sekolah berlandaskan agama anak ibu akan dididik dengan penuh kejujuran, tapi ternyata tidak”. “Nak kalaupun itu benar janganlah kamu berharap lulus dengan jalan seperti itu, ayah ibu pasti kecewa”.

Satu dua bulan setelah percakapan aku di atas aku mendengar berita yang melegakan bahwa DEPDIKNAS kalah dalam persidangan gugatan pihak-pihak yang tidak setuju UN. Namun sekali lagi aku kecewa ternyata DEPDIKNAS tetap ngotot banding ke MA agar UN tetap dilaksanakan. Banyak orang yang mempertanyakan mengapa nasib seorang anak harus ditentukan oleh hasil ujian bertipe ‘multiple choice’ dari beberapa mata pelajaran hanya dengan alasan agar negara mempunyai data standar pencapaian pendidikan di seluruh wilayah. Apakah tidak ada cara lain untuk mengukur pencapaian itu? Aneh bin ajaib memang para pemimpin bangsa ini dari dulu sampai sekarang selalu memaksakan kehendak pada rakyat yang dipimpinnya.

Dengan segala keterpaksaan akhirnya banyak sekolah yang memang belum bisa mencapai standar yang ditentukan penguasa itu melakukan segala cara yang sebenarnya bertolakbelakang dengan tujuan awal pendidikan itu sendiri. Mereka tentu tidak bersedia kehilangan pemasukan dan murid-murid bila jumlah kelulusan siswanya akan menyebabkan akreditasi menurun (ini untuk sekolah swasta) atau para guru tidak mendapatkan sertifikat kelaikan mengajar (untuk sekolah negri). Pemilik yayasan dan guru-guru mengorbankan hati nurani mereka sendiri dengan membocorkan jawaban soal-soal UN itu kepada murid-muridnya. Kebocoran itu banyak tapi sulit membuktikannya karena tentu saja bila ditanya para murid tidak akan menjawab iya. Tentu mereka tidak rela bila guru-guru mereka yang telah “baik hati” itu terkena sanksi, sehingga secara berjamaah akan menjawab bahwa tidak ada kebocoran jawaban soal-soal UN. Hasil seperti itulah yang akan dipakai pemerintah. Bila angka kelulusan tinggi mereka akan bangga menyatakan bahwa standar pendidikan Indonesia baik padahal dihitung dari alat ukur yang tidak memenuhi kaidah ilmiah.

Masukan dari berbagai pihak yang berkompeten di bidang pendidikan telah banyak tapi para petinggi DEPDIKBUD seolah tidak peduli. Mereka bersikukuh dengan pendapatnya bahwa merekalah yang benar. Mengapa mereka tidak berpikir ulang bahwa hasil yang diperoleh adalah semu? Mengapa juga harus dipaksakan dari Sabang sampai Meuroke dari Miangas sampai Pulau Rotte punya standar yang sama? Bukankan ini sama saja dengan prinsip komunis namanya sama rata sama rasa.

Banyak cara lain kalau pencapaian pendidikan itu hendak diukur, banyak sekali peneliti-peneliti super cerdas dan handal di negeri ini bisa melakukan survey/penelitian yang akan menghasilkan output yang lebih valid dan terpercaya dibandingkan UN. Ataukah hal ini terjadi sejalan dengan kecurigaan (lagi-lagi aku jadi paranoid melihat carut marut pendidikan Indonesia) bahwa pemerintah tetap “ ngotot dan kekeuh” melaksanakan UN karena menyangkut “ kepentingan” banyak pihak yang memiliki posisi tawar yang tinggi di negri ini. Mudah-mudahan kecurigaan saya ini “ngaco” dan tak beralasan.

Dari pada memaksakan UN mengapa bukan kualitas dan kuantitas tenaga pengajar di setiap sekolah yang di tingkatkan. Pasti lebih baik menyusun kurikulum yang ramping dan lebih terintegrasi dengan faktor penunjang peningkatan “life sklill” daripada memaksakan kurikulum gendut yang menjadikan otak anak didik seperti sebuah tong sampah maha besar untuk menampung semua hal dalam waktu terbatas.

Sebenarnya banyak sekali pakar pendidikan yang mengingatkan bahwa sistem pendidikan kita ini telah salah jalur. Aku masih ingat keluhan Prof. Slamet Imam Santoso (Bapak pendiri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, semoga amalannya dibalas Allah berlipat-lipat) saat sempat berbincang-bincang suatu hari bahwa pendidkan jaman Belanda itu jauh lebih baik. Dan itu benar sekali. Ibu saya yang hanya sampai kelas IV sekolah Rakyat jaman Belanda jauh lebih pintar berhitung daripada anak saya yang hampir tamat SMP.

Mengapa pula baru di tingkat SD saja sudah disesaki berbagai bahan pelajaran, bukankah setingkat itu yang paling diperlukan adalah KEPANDAIAN MEMBACA, MENULIS DAN MEMAHAMI KONSEP BERHITUNG DASAR? Bagaimana akan mengerti pelajaran Kimia dan Fisika di sekolah lanjutan apabila pengertian bentuk-bentuk bangun dan teori berhitung dasar yaitu operasi kali, bagi, tambah dan kurang di tingkat SD saja belum dipahami. Mau dibawa kemana pendidikan kita?

Sudahlah para pejabat tolonglah berlapang dada, dengarlah pakar-pakar pendidikan yang tidak hanya pandai retorika dan teori tapi telah membuktikan bahwa mereka berhasil melahirkan orang-orang hebat dan disegani di negri ini (seperti bapak Arief Rahman yang terhormat). Dan tolong pula dengar jeritan hati kami para orang tua yang berharap anak kami bisa memperoleh ‘ketrampilan hidup” yang mumpuni sehingga mereka selamat dunia akhirat. Berhentilah memaksakan pendapat setelah bukti-bukti pendapat itu salah dan telah dibeberkan pula di muka pengadilan. Berpikirlah lebih komprehensif dan lebih logis, turunlah ke be bawah dan dengarlah suara-suara yang lebih jernih dan lebih murni. Mengapa juga anak-anak yang akan meneruskan kepemimpinan anda dibiarkan menghabiskan waktunya di sekolah tanpa jelas apa yang akan mereka perbuat untuk bangsa dan negara ini di masa yang akan datang.

Salam dan terimakasihku untuk para pendidik yang masih berdedikasi dan benar-benar memperkaya akal nurani dan ketrampilannya untuk BENAR-BENAR MENDIDIK SISWANYA bukan hanya sekedar mengajarkan pelajaran sesuai jumlah jam yang diwajibkan kepadanya.

Tangerang, 3 April 2010