Senin, 22 Maret 2010

Mr. OBAMA

Hari ini harusnya kau disambut di negriku sesuai janjimu terdahulu. Hampir dua Minggu lamanya berita tentangmu menghiasi layar kaca negriku tercinta Indonesia. Kabar tentangmu mengalahkan berita lain yang sebenarnya lebih penting daripada rencana kedatanganmu itu.

Lucu juga mengingat-ingat bagaimana gempitanya kami orang-orang Indonesia ketika beritamu mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika, hanya karena kau punya ayah tiri asli Indonesia dan pernah mendiami negeri kami ini selama 4 tahun. Ketika itu aku merasa agak aneh apa iya kamu ingat negara kami ini. Eh ternyata memang kamu tidak lupa. Itu aku saksikan di televisi ketika para kuli tinta mewawancaraimu setelah terpilih menjadi orang nomor wahid di Amerika Serikat. Tapi saat menonton itu aku tersenyum dengan jawabanmu yang jujur mengatakan bahwa kau tidak tinggal di daerah elit Menteng, tapi di sebelah ‘sononya’ yaitu daerah Menteng lebih miskin (mungkin kau segan juga mengatakan lebih kumuh). Namun anehnya yang heboh disini adalah orang-orang yang berlokasi di daerah elit itu, barangkali mereka yang di daerah tinggal aslimu juga ingin menyambutmu tapi apa daya mereka bingung dengan kenyataan hidup yang dihadapi pada masa serba sulit ini (kalau kau sempat baca tulisan ini pasti kau akan geli dan berkomentar setahu aku sejak aku kecil rakyatmu memang serba sulit terus, kapan makmurnya ya ?..^_^)

Mr Obama tahukah kau bahwa ketika kau hampir terpilih menjadi presiden, aku pernah berdoa semoga engkau menjadi seorang pemimpin besar , kuat dan penuh keadilan memandang dunia ini tidak seperti pendahulumu yang arogan dan berdalih membasmi teroris padahal hanya ingin menguasai ladang-ladang minyak orang Irak dan tak segan- segan menghancurkan negeri 1001 malam nan begitu elok itu dengan ambisi dan kerakusannya. Tapi oh Mr Obama, ternyata kau hampir tak ada bedanya, belum mulai saja kau berkarya telah berjanji akan mengirim ribuan pasukan tentaramu ke tanah tandus Afganistan. Apa sich maumu Mr. Obama? Lupakah kau bahwa Tuhan telah meninggikankan kedudukanmu diatas nestapa sebagian cikal bakal nenek moyangmu yang dianggap hambasahaya oleh sebagian besar lain nenek moyangmu yang berkulit putih? Apakah kau tak bisa mencari lahan baru untuk menghidupi bangsamu Amerika Serikat kecuali dengan merampas hak-hak dan kedamaian bangsa lain? Tidak bisakan kau menjual barang dagangan lain yang akan mendamaikan dunia ini kecuali menjual senjata kepada mereka yang selalu cemas dan takut kehilangan kekuasaan. Tidakkah kau kasihan melihat anak-anak, para wanita dan orang-orang tak bersenjata lainnya yang tak bersalah tercabik-cabik daging dan tulangnya akibat hantaman rudal-rudalmu pada saat mana mereka sedang memperjuangkan sesuap makanan atau sebongkah roti untuk sarapan pagi mereka?

Hei Mr Obama, tahukah kau betapa sibuknya sebagian orang di sini menunggumu. Ada yang telah menyiapkan makanan yang konon menjadi kegemaranmu seperti bakso dan nasi goreng; ada anak-anak sekolah tempat kamu bersekolah mempersiapkan diri menyambut kedatanganmu dengan nyanyi dan tari-tarian; para mantan guru-gurumu, teman-teman sekelasmu. Mereka semua pernah merasa dekat denganmu ( padahal seandainya kamu tak terpilih sebagai orang nomor satu di Amerika apa iya kamu masih diingat mereka? Aku kok ragu ya..?). Para pejabatpun tak ragu mengelu-elukan kedatanganmu, kata mereka kedatanganmu tak hanya sekedar kunjungan Presiden negara AMERIKA SERIKAT tapi adalah kunjungan seorang anak Menteng (hm..hm aku tersenyum lagi). Dan satu lagi mungkin yang ini kau lebih tahu daripadaku, betapa membanggakannya prestasi barisan kepolisian kami yang mampu membasmi para teroris yang sangat mencemaskan itu berdekatan dengan kedatanganmu. Tentu saja aku harus bangga, negara kamu yang mempunyai barisan tentara yang super canggih saja tak mampu menangkap seorang Dulmatin yang telah lama diburu oleh negaramu polisi kami mampu. Walaupun terus terang kukatakan kepadamu bahwa adegan penangkapan para teroris itu mengingatkanku pada film-film klasik negaramu tentang perang antar ‘gangster’ atau para koboi jaman dahulu kala.

Oh Mr. Obama dulu sewaktu kau baru muncul dipermukaan banyak harapan dan kekaguman yang terkunkung dalam sanubariku untukmu tapi makin hari rasa itu makin berkurang Mr. “I am very sorry about it”. Kau masih dikelilingi oleh orang-orang yang penuh kebencian dengan sebagian eksistensi manusia yang lain dan seolah-olah kau tak berdaya untuk melawannya. Buktinya betapa besarnya perlawanan sebagian orang-orang itu padamu ketika kau mengajukan gagasan untuk melindungi 30% dari rakyatmu yang miskin. Yang kudengar itu pulalah salah satu alasan yang menunda kedatanganmu ke Indonesia.

Namun tahukah kau Mr President, ketika pengumumam kegagalanmu datang ke Indonesia itu, aku bersorak dalam hati. Kuucapkan “Syukur ya Tuhan Engkau membuka hati Obama untuk mementingkan rakyatnya lebih dahulu daripada kunjungannya keluar negeri, dia telah Engkau tunjuk menjadi contoh pemimpin lain yang sering lebih mengutamakan kepentingan negara lain daripada rakyatnya sendiri”. Mr Obama tahukah kau dengan menunda kedatanganmu itu aku berharap semoga pemimpin kami berusaha menyelesaikan dulu masalah yang belum ada kejelasan duduk perkaranya seperti kasus Bank Century, kenaikan harga listrik, bencana alam dan bencana kemanusiaan yang silih berganti, sebelum menyambut kedatanganmu yang aku agak ragu apakah bermamfaat untuk kami semua.

Mr Obama walaupun aku kurang suka dengan sikapmu terhadap negeri-negeri Islam, tapi ada sekelumit kebanggaan dengan kegigihanmu membela wong cilik di negaramu. Bagaimanapun mereka adalah manusia yang harus diangkat harkat dan martabatnya. Harapanku padamu cobalah buka mata bathinmu tentang bangsa-bangsa dan orang-orang yang kau perangi atau musuhi, bukankah mereka juga manusia selayakmu juga. Salam damai untuk mu dan bangsamu karena engkau dan bangsamu adalah manusia juga seperti aku. Aku menghargaimu karena kamu manusia (ini meminjam syair lagunya Bang Iwan Fals).

Tangerang, 22 Maret 2010

Tidak ada komentar: