Selasa, 25 Mei 2010

Lahir Disambut Derai Tawa, Wafat Dilepas Tangis Duka Cita, Selamat Jalan Bu Ainun Habibie


Saya tidak tahu bagaimana sambutan ketika beliau dilahirkan, karena memang belum mencari informasi tentang hal tersebut. Tapi dari nama yang diberikan orang tuanya memberi kesan pasti kelahirannya menggembirakan keluarga yang menyambutnya. “Hasri Ainun” konon artinya “Yang Bermata Indah”.

Saat saya menulis ini berlangsung siaran langsung mengenai prosesi pemakamannya. Begitu banyak kesan baik yang ditinggalkan ibu negara ini. Mulai staf yang paling bawah sampai pejabat atau mantan pejabat tinggi semuanya memberikan kenangan bahwa beliau adalah seorang ibu yang “baik”. Yang paling mengesankan bahwa “ Ibu Ainun adalah istri yang setia, cerdas, santun, selalu mendukung suaminya tapi tidak ikut campur dalam tugas kenegaraan yang disandang suaminya”. Sesuatu yang sulit dilakoni oleh orang lain.

Dalam masa yang serba tidak punya contoh, masih terselip satu dua orang yang begitu mengagumkan perilakunya semasa hidupnya. Kita sangat memerlukan teladan ini. Sangat jarang kita melihat kisah cinta abadi seperti yang ditunjukkan pasangan Ibu Habibie dan Ibu Ainun ini. Seperti kisah romantis dalam novel percintaan bagaimana setianya seorang suami menunggu istrinya yang sedang menderita sakit sampai dua bulan tidak beranjak dari sisi istrinya, selalu menuntun istrinya shalat berjamaah bahkan telah meminta liang lahat yang berdampingan dengan istrinya. Sebuah kisah yang mengharukan ditengah maraknya kisah perselingkuhan dan ketidak setiaan pasangan suami istri, semoga ini akan menjadi ilham bagi semua pasangan suami istri (termasuk saya) diseluruh Indonesia, bagaimana kita akan mengurus negara dengan baik bila cinta dengan pasangan sendiri masih menjadi tanda tanya.

Kesederhanaan ibu Ainun direkam pula oleh kalangan bawah termasuk tukang jahit pakaiannya selama duapuluh tahun dan fotografer yang selalu mengiringi perjalanan keluarga beliau. Beliau seorang perempuan cerdas, taktis, leader yang disiplin, tegas, detail tapi tetap lembut dan santun.

Semoga ini sebuah bukti bahwa bila ada sembilan orang mengatakan almarhum/ah orang baik maka memang benarlah dia seorang yang baik. Tidak mungkin orang yang ditinggal merekayasa khabar kebaikannya karena bagaimanapun akan tercermin dari mimik muka orang yang sedang memberi kesaksian. Dan menurut saya semua orang yang memberi kesan tentang ibu Ainun adalah murni keluar dari kejujuran orang yang bersaksi.

Selamat jalan ibu Ainun semoga kami bisa mencontoh ketulusan, kesederhanaan, kesetiaan pada keluarga, ketabahan menghadapi penderitaan/penyakit dan kesosialan ibu. Semoga pula bahwa kepergiaan ibu yang membawa duka dihati banyak orang akan dibalas Allah dengan memberikan ibu tempat yang paling layak di sisiNya, amin.

Tangerang, 25 Mei 2010

Sabtu, 22 Mei 2010

Cerita Hari Ini.... Dari Kebangkitan Nasional ke Sri Mulyani





Hari ini tanggal 20 Mei. Hari ini hari bangsa kita memperingati Kebangkitan Nasional. Hari ini Presiden SBY melantik pengganti Ibu Sri Mulyani. Hari ini komponis legendaris Gesang dipanggil kembali ke haribaan Ilahi. Hari ini mereka yang “belum menyukai Islam” mengajak orang untuk menggambar junjungan kami ummat Islam Nabi Muhammad SAW yang jelas-jelas terlarang (salawat dan salam padamu junjungan kami semoga Allah yang sangat mengasihimu selalu melindungi dan memberkahimu dan keluargamu). Hari ini Metro TV mencanangkan program-program terbarunya, sementara di TV One berlangsung siaran langsung acara Pembukaan Munas IX Soksi. Hari ini saya membaca tulisan Mbak Rini seorang kompasioner yang memproklamirkan diri sebagai komensioner ketika bergabung di blog Kompasiana Kompas tentang tanskrip pidato mbak Sri Mulyani pada sebuah kuliah umum di hotel Ritz Carlton.

Peristiwa selalu terjadi silih berganti, hari ini tertawa besok mungkin menangis, begitulah kejadiannya sejak Adam dan Hawa turun ke bumi. Tergantung masing – masing kita mau menikmatinya atau menyesalinya.

Baca pidato mbak Sri Mulyani (sok akrab deng.... manggil mbak karena saya merasa pernah kuliah di Perguruan Tinggi yang sama , biar beliau tak kenal saya saya kenal beliau. Biar terkesan beliau lebih muda saya panggil mbak aja... wong dosen-dosen UI memang lebih senang dipanggil mbak kok ....rasanya gimana gitu loh) sadarlah saya kalau beliau sama saja dengan wanita lain seperti saya yang mana tahan kalau tidak curhat. Curhat memang melegakan mbak Ani. Kami rakyat biasa juga ikut lega karena mbak akan keluar negri tanpa meninggalkan kami dalam tanya misteri dan teka teki.

Mbak Rini, saya terpana ketika mbak Any memaparkan perbedaan antara cara mengelola konflik kepentingan di lembaga taraf dunia (IMF) dan di Indonesia. Di luar sana semua ada petunjuknya sedangkan di sini setingkat Menteri saja bingung melaksanakannya (apalagi bagi saya ya barangkali bukan bingung lagi tapi pusing tujuh keliling). Tapi saya terkagum-kagum kepada kekuatan mbak Any walaupun di sisi lain mengakui bahwa dia wanita biasa yang berlelehan air mata bila menghadapi kesakitan akibat terjangan dan tekanan yang begitu keras tapi tetap bertahan dalam waktu yang cukup lama demi kecintaannya pada Repulik Indonesia kita (kalau saya bukan berlelehan air mata biasa tapi sudah mengeluarkan air mata darah tuh mbak).
Mbak Any di Indonesia ini sesungguhnya memang banyak orang pintar tapi semoga tidak lebih banyak lagi yang “kemintar” yang senang mengakali orang lain . Saya hanya berharap bila Mbak telah kembali ke habitat yang lebih menyamankan hati mbak jangan lupa bahwa orang – orang dari negara kaya itu juga sering minterin kita yang masih mereka anggap bodoh sehingga jika mereka memberi pinjaman mereka tidak mengawasi penggunaaannya sehingga jatuh ketangan orang-orang korup, loba dan tamak. Kalau nanti mbak sudah bekerja di sana kami berharap kalau Bank Dunia mau meminjamkan uang tolong benar-benar diseleksi penerima dan pengelola dananya sehingga tidak diselewengkan seperti sediakala.

Selamat jalan mbak Any semoga mbak tetap istiqomah dengan prinsip hidup mbak yaitu tidak menghianati kebenaran, tidak mengingkari nurani serta menjaga martabat dan harga diri . Terimakasih mbak Rini yang telah memposting tulisan tentang pidato mbak Any ini. Sekian cerita saya hari ini dengan satu resolusi bahwa mulai hari ini saya akan mengubah sudut pandang yang sering negatif kepada sudut yang positif.


Tangerang, 20 Mei 2010

Minggu, 16 Mei 2010

“Seorang Juru Masak di Negeri Para Bedebah”

Pada suatu kala hiduplah seorang lelaki lebih dari paruh baya di sebuah negara bernama Negeri Para Bedebah. Sehari-hari dia dipanggil Bujang. Walau bernama Bujang dia bukanlah seorang bujang lapuk. Dia telah lama menikah bahkan telah beranak bercucu pula. Ditilik dari wajahnya memberi kesan di masa mudanya dia adalah seorang lelaki ganteng yang digilai banyak wanita. Hidungnya mancung, bulu matanya lentik dan rambutnya ikal tebal. Posturnya tegap dan tinggi. Pasti masa remaja banyak gadis yang bertekuk lutut padanya seperti bait lagu “sekali lirik oke sajalah”.

Bujang berasal dari sebuah desa yang indah, desa permai hijau dilekukan barisan bukit. Dahulu sebenarnya negaranya tidak bernama Negeri Para Bedebah. Hanya karena semakin hari semakin banyak penduduknya bertingkah seperti bedebah, tikus, curut, bangsat, monyet dan hewan-hewan yang suka disebut dalam sumpah serapah manusia, akhirnya negeri yang indah tenteram itu berubah nama menjadi negeri Para Bedebah.

Di masa kecil Bujang tinggal bersama kedua orang tuanya. Bapaknya dikenal sebagai tukang masak acara pesta perkawinan di kampungnya. Masakannya begitu enak sehingga setiap acara yang digelar apabila tukang masaknya adalah “sutan Batuah” panggilan bapaknya bisa dijamin tidak ada makanan bersisa terbuang sia-sia. Tapi profesi bapak ini pulalah yang membuat Bujang minggat dari kampungnya karena dia tidak tahan ejekan kawan-kawan kecilnya yang mengatai bapaknya padusi (perempuan) karena kelezatan masakannya yang mengalahkan kaum ibu di kampung yang sesungguhnya sangat dicintai Bujang.

Setelah berpetualang dari satu desa ke desa lain, dari satu kota ke kota lain, alkisah Bujang akhirnya terdampar di ibukota Negeri Para Bedebah. Dalam segala kesulitan hidup yang dialaminya Bujang tidak pernah meninggalkan bangku sekolah. Dengan kerja serabutan dan kalang kabutan dia menyisihkan sedikit demi sedikit uang hasil pencahariannya untuk melanjutkan pendidikannya. Rupanya dia menyimpan cita-cita besar menjadi seorang aktor dan seniman tampan yang akan terkenal di seluruh jagat raya. Dia ingin membuang jauh-jauh bayang-bayang kehidupan bapaknya yang telah membuatnya malu pada teman sejawatnya. Dia harus menjadi seorang aktor kondang yang akan terkenal karena kepiawaiannya dalam melakonkan peran yang disuguhkan sang sutradara. Namun di sudut hatinya yang paling dalam sebenarnya diam-diam berterimakasih pada bapaknya yang telah menurunkan jiwa seni dalam aliran darahnya. Hal itu disebabkan dia makin lama makin sadar bahwa kepiawaian memasak merupakan salah satu cabang kesenian juga.

Masa berganti tidak terasa mimpi yang dipendam lama terwujud juga. Bujang telah menjadi aktor terkenal. Kecanggihannya melakonkan peran ditambah bakatnya dalam menyusun kata-kata dan merangkai kalimat menjadi bait-bait puisi nan indah menambah pesonanya. Waktu itu negerinya belum sebedebah sekarang, memang banyak yang tidak disukainya tapi itu orang – orang tertentu saja yang bedebah.

Pada masa penggulingan penguasa yang selalu menekan suara-suara rakyat jelata Bujang ikut serta dengan cara membuat beratus kata yang diikatnya menjadi kalimat menggelora untuk memompa semangat mahasiswa dalam memperjuangkan perubahan. Berkat pertolongan Yang Maha Kuasa rakyat memenangkan pertarungan, situasi berubah. Suara yang terpendam sekarang begitu riuh rendah, sampai mana suara yang benar mana yang palsu bercampur aduk serupa degungan lalar busuk yang memekakkan gendang telinga. Bujang tergeletak dalam rasa putus asa dan kecewa. Bait puisinya yang indah tak lagi laku tenggelam ditengah hiruk-pikuk bahana suara lainnya.

Anak negeri yang tadinya minta tolong pada Yang Maha Kuasa semakin menjadi pelupa, mereka lalai dengan tugasnya memperbaiki negerinya, mereka sibuk memperebutkan tahta dan kuasa. Sifat buas kebinatangan merajalela. Rampok, curi, suap, perilaku korup bergentayangan dimana-mana. Siapa hakim siapa tersangka sudah tidak jelas bedanya. Rakyat jelata lapar dahaga ditengah penguasa kaya raya berlimpah harta. Bujang menangis teringat bapaknya di kampung sana. “Oh malangnya bapakku ditengah negeri para bedebah ini... apa yang akan dimasaknya apa yang akan diolahnya menjadi makanan lezat tiada tara?” bisik nurani Bujang ditengah kegelisahan dan nestapa yang dirasanya.

Tapi Bujang bukanlah Bujang walaupun umurnya lebih paruh baya semangatnya tetap menyala seperti seorang anak bujang (muda). “Aku harus mengubah keadaan” bathinnya. Dia mulai mengutak-atik kepintarannya memasak. Ternyata benar air tuturan atap tak akan turun kemana-mana pasti akan berkumpul dipelimpahannya juga, kehebatan seni memasak bapak ternyata menyusup ke pori-porinya. Setiap masakan yang dihidangkan ke anak istri dan para cucu pasti akan membuat mereka mengacungkan jempol dan bersorak ”Ehhhm lezaaat...maknyus”. Akhirnya sobat-sobatnya sering diajak serta datang mencicipi masakannya. Ocehan yang sama pasti tajam terdengar ditelinganya, menyebabkan cuping hidungnya melebar, dan pipinya kemerahan sumringah atas sanjungan mereka. Olahan sayur lama seperti kemumur , pucuk parancis atau jariang sekalipun sulit diterka penikmatnya terbuat dari daging atau sayurkah olahan itu.

Dengan tekad baja dan niat membara dia akan mempersembahkan kelezatan masakannya ke seluruh pelosok negeri para bedebah. Masakannya akan mengalahkan ketenaran masakan dan bumbu instan yang mengusai lidah peduduk negerinya, yang menyebabkan penyakit lupa dan amnesia menggejala dimana-mana. Dia akan memberikan makanannya secara cuma-cuma kepada para penderita busung lapar dan penduduk yang terpaksa memakan nasi aking tanpa lauk. Dia akan menjadi juru masak handal dan sangat terkenal. Dia yakin dipanggil raja-raja di negeri tetangga dan mereka akan rela membayarnya dengan harga sangat mahal membubung ke udara. Para bedebah di negerinya sendiri baru boleh mencicipi kelezatan makanannya bila mereka berani membayar bait-bait puisi yang telah disusunnya dan masakan yang akan dihidangkannya setara dengan biaya makan sepuluh ribu rakyat miskin yang ada. Begitulah tekad dicanangkan Bujang dihatinya yang bergelora.

Langkah pertamanya dimulai dengan rencana pulang kampung meminta restu ibunda dan niat mencium keriput pipi bapak yang telah ditinggalnya sejak dia berusia belia. Dan dia akan membisikkan kata-kata “aku bangga padamu Bapak karena telah menurunkan keahlian memasakmu padaku, maafkanlah aku anakmu yang durhaka ini ”.

Sekian dongeng pelipur lara di senja Minggu temaram indah. Teriring salam hormat kepada teman maya yang status-status FaceBooknya telah menginspirasikan saya menulis ini kisah reka-reka ....^_^.

Tangerang, 16 Mei 2010

Sekali Lagi, Mau Dibawa Kemana Pendidikan Kita??

Melanjutkan tulisan saya terdahulu, Alhamdulillah akhirnya anak saya dinyatakan lulus Ujian Nasional SMP. Kelegaan sementara meliputi tapi tidak beberapa lama hati terasa nelangsa dan kecewa setelah melihat nilai-nilainya yang tercantum di situs Depertemen Pendidikan DKI Jakarta. Nilai rata-ratanya hanya sedikit di atas angka 7, sudah terbayang sempitnya peluang dia diterima di SMA unggulan di dekat kami berdomisili. Sebagai orang tua saya tidak ingin dia bersekolah jauh dari rumah karena membayangkan berapa banyak waktu yang harus dihabiskannya dibelantara kemacetan lalu lintas jalanan ibukota, belum lagi besarnya kemungkinan terlibat atau terkena dampak tawuran yang sering terjadi dikalangan siswa SMA.

Kekecewaan ini tidak saya pendam lama ketika teringat doa-doa yang saya panjatkan berhari-hari pada malam sebelum dan selama ia mengikuti UN . Inilah permintaan saya pada Ilahi “Ya Rabb, Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang , Egkaulah yang MahaTahu dan Maha Kuasa atas semua yang gaib, anakku sedang menghadapi ujian akhir SMPnya, tolong mudahkanlah dia mengingat pelajaran dan menjawab soal-soal ujiannya, luluskanlah dia dengan nilai yang terbaik yang bisa dia capai dan mudahkanlah dia mendapatkan pendidikan lanjutan yang baik untuk kehidupan dia dan kami orang tuanya di dunia dan akhirat. Ya Rabb aku tengah cemas dengan ketidakjujuran yang terjadi saat ini, aku memohon kepada Engkau untuk melindungi anakku dari lingkaran ketidakjujuran itu....Ya Allah Tuhanku yang Maha Pengasih dan Penyayang kabulkanlah permohonan hambamu yang lemah ini ...Amin”. Kenapa saya cemas dengan ketidakjujuran? Seperti tulisan sebelumnya saya telah mendengar bahwa banyak sekolah akan membocorkan jawaban soal-soal UN itu demi citra sekolahnya atau alasan lain. Info kebocoran itu tidak hanya berdasarkan laporan anak saya tapi juga ibu-ibu lain yang tahun sebelumnya anaknya mengikuti UN juga. Saya tidak rela bila dia lulus karena itu bukan dari hasil usahanya sendirinya berapapun tinggi nilainya. Tidak munafik saat pertama melihat nilai itu sebagai ibu saya mengomel dan nyap-nyap juga.

Pada saat UN itu berlangsung saya selalu bertanya apakah dia dapat bocoran. Ternyata benar dia mendapatkannya tapi katanya dia tidak menyalin jawaban hanya setelah keluar kelas dia mencocokkan dengan jawabannya “Wallahualam” saya tidak terlalu pasti dengan kejujuran anak saya, tapi saya selalu wanti-wanti agar dia berusaha menjawab sendiri walaupun diberi bocoran. Saya katakan buat apa nilai tinggi kalau itu bukan kemampuan kita yang sebenarnya. Saya tidak mau reseh, biarkan sajalah sekolah melakukan itu, info tersebut cukup menjadi rahasia umum saja. Saya hanya ingin anak saya tidak lagi terjerumus masuk ke sekolah yang tidak istiqomah dengan nilai-nilai pendidikan yang mendasar seperti yang diimpikan Ki Hajar Dewantara. Makanya saya tidak lagi kecewa dengan nilai yang pas-pasan itu, saya realistis itulah nilai terbaik yang sesuai dengan usaha yang dikhtiarkan anak saya. Saya hanya bisa menasehatinya agar di masa depan lebih rajin dan berusaha lebih keras belajar karena saya sebagai ibu tahu bahwa dia tidak bodoh tapi hanya kurang usaha dan motivasi saja. Saya sadar kalau seandainya dia memperoleh nilai lebih tinggi pasti tidak sesuai dengan pemahaman atas materi pelajaran tersebut. Semoga angka-angka yang diperolehnya akan menjadi lidi yang akan mencambuk dan melecut semangat belajar dan keingintahuannya.

Nah yang saya resahkan apakah sistem UN yang dilembagakan untuk keseragaman dan standarisasi itu tetap akan dipertahankan? Berapa banyak korban sia-sia yang akan lahir dari sistem konyol ini. Bayangkan waktu untuk mendidik anak-anak itu untuk memahami materi pasti berkurang banyak karena setelah kelas tiga, guru-guru lebih fokus pada kegiatan mendrilling siswa agar mampu menjawab soal-soal yang akan diujikan pada saat UN daripada memberi pemahaman yang lebih intens pada materi yang harusnya dikuasai oleh peserta didik . Anda bisa membuktikan sekali-kali seberapa jauh sebenarnya pemahaman anak- anak setingkat SMP terhadap materi matematika dasar atau kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Ajukanlah pertanyaan yang anda sangka mereka bisa menjawab. Saya pastikan anda akan mengurut dada karena banyak yang tidak mampu menjawab seperti perkiraan awal anda. Seandainya ada yang lulus dengan nilai yang sangat tinggi misalnya rata-rata di atas 9, apakah ini menunjukkan mereka paham dan mengerti pelajaran yang diujikan, saya yakin bahwa angka tersebut tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan pemahaman sesungguhnya. Kepesimisan ini tidak berarti saya menampik kenyataan bahwa memang ada siswa yang bernilai tinggi itu adalah siswa yang pandai dan paham

Yang aneh adalah informasi bahwa SMA-SMA Negeri unggulan di Jakarta (seperti SMAN 8, SMAN 70) mengadakan seleksi penerimaan tersendiri. Yang mereka terima berdasarkan nilai UN sebagian kecil barangkali hanya untuk prasyarat formalitas saja. Kalau benar informasi itu berarti sekolah-sekolah sendiri tidak lagi percaya hasil UN, jadi buat apa UN dipertahankan? Kalau hasilnya hanya pemborosan biaya saja. Mengapa dana itu tidak dialihkan untuk pembangunan prasarana dan fasilitas sekolah, karena banyak sekali sekolah yang tidak mempunyai sarana dan fasilitas yang memadai. Dengan sedih saya katakan kepada anak saya bahwa SMA tempat saya menimba ilmu yang jauh di Sumatera sana (tahun 1980an) jauh lebih bagus daripada salah satu SMANegeri Jakarta yang kami kunjungi.

Anehnya lagi menyaksikan dan mendengar di televisi Bapak M. Nuh (Meddiknas) berkata “jangan cemas dulu angka kelulusan mungkin akan meningkat setelah ujian ulangan” ketika menjawab pertanyaan wartawan kenapa kelulusan tahun ini menurun. Kalau memang diharapkan seperti itu buat apa UN , bukankah tujuannya semula untuk melihat seberapa jauh tingkat kemampuan peserta didik? Heran ya mengapa pemimpin-pemimpin ini begitu keras kepala alias kopegh mempertahankan sesuatu yang tidak jelas mamfaatnya dan seperti tutup mata dengan nilai UN abal-abal yang dihasilkan.

Rasanya lebih baik DEPDIKNAS mengolah hasil-hasil TRY-OUT yang diadakan sekolah sebelum UN karena hasilnya lebih murni menunjukkan kemampuan dan pemahaman peserta didik karena saat itu mereka tidak terbebani dan yang jelas tidak ada intervensi para guru untuk memark–up hasilnya. Nilai try-out itu lebih murni daripada nilai UN. Sudahlah Pak Mentri jangan bertahan lagi dengan sesuatu yang tidak jelas. Semoga ada perbaikan. Dan semoga Allah mengabulkan doa-doa saya.

Tangerang, 15 Mei 2010

Jumat, 14 Mei 2010

Got Mampet , Trotoar Mepet




Gile .... bener, nasib baik kayaknya nih. Udeh lame banget ane pengin ngungkapin segale resah gelisah , sumpeh serapeh ngliaet problema jalan raya di Ibukote dan sekitarnye. Mo ngomong langsung ame gubernur mimpi kalee.....sape loe? Mo ngomong ame tetangge pasti ane diketawain abis – abisan “gile aje loe nyak... ngapaiin juga mikirin jalan raye..... mending mikirin ongkos buat anak loe besok pegi sekoleh ape mending mikirin ntar masak ape buat suami ente” . Pade saat gundah gulane makin nyesakin dade tiba-tiba ane bace pengumuman di pesbuk kalo Leutika Publisher lagi ngadain lomba nulis “Curhat Jalan Raya” . Rasenye kayak ketiban durian runtuh aje....pucuk dicinte ulem tibe. Udeh ade sarane numpahin uneg-uneg nyang dirase siape tau dapet hadiah pule... gimane gak nasib baik namenye.

Ente pade pingin tau kali ye , ane mau keluhin ape. Karne Leutika cuman bolehin ane keluhin atu topik aje kagak boleh acak kadul kemane-mane mangkenye ane milih curhatin soal saluran pembuangan air (got) mampet dan trotoar mepet di sepanjang jalanan di daerah tempat tinggal ane aje deh. Terus terang aje ye ane nyang udeh nyak-nyak ini aslinye bukan betawi . Cing.. Cang..Nyak.. Babeh ane cumen numpeng hidup dan cari makan di sini. Tapi ane udeh ngerase ini tanah tumpeh dareh masalahnye lebih separo idup udeh tinggal di kampungnye betawi. Masak kalo ade kekurangan ane kagak mau peduli, secare ane udeh dapet makan minum dari tanah ini. Pertame-tame nyampe dari kampung ane tinggal di pusatnya Ibukote. Trus karne dibawe nasib pindah sane pindah sini dan akhirnya netep lebih tige belas tahun di pinggirian Jakarte tepatnye di daerah seputaran Larangan, Tanggerang ini.

Selame ane tinggal di sekitar wilayah nyang ane sebutin tadi (ane juga beberape kali pindah rumeh maklum ane kan kontraktor sejati alias kontrak sane kontrak sini hehehe..) udeh banyek sekali perubahan dan kemajuan nyang ane lihat. Dulu (sekitar tahun 1987 – 1990) di daerah Cipadu cuman ade jalan tane nyang kalo musim ujan udeh kayak kubangan kebo dan musim kering ngebul ame debu minta ampun. Sekarang mulai dari ujung masuk dari Jl. Ciledug Raya ampe ke ujung atu lagi di Jl. Ceger Raya udeh aspalan. Malahan sebagian besar diaspal beton. Tapi sayangnye got pembuangan airnya tetep aje kecil dan dimane-mane banyak nyang kesumbat ame sampeh. Kasat mate aje kite orang awam pasti ngerti deh bile hujan deres dateng got segitu pasti kagak sanggup nampung air. Ditambah lagi masyarakat sekitar kliatannye masih kurang peduli tuk buangin sampah pada tempatnye. Parahnye lagi ade satu daerah di situ nyang lokasinya menurun sehingge setiap hujan pasti jalannye berubah jadi kali (sungai) dengan ketinggian air bise ampe sepahe orang dewase. Bisa ente bayangin gimane kendraan nyang keluar masuk disane pasti tersendet-sendet karne macet. Nyang rugi selain pemilik kendraan juga pedagang yang mencari rejeki di sepanjang jalan yang udeh cukup terkenal karena tekstil kiloannye. Kalo ente suka kutak katik si Mbah Google dijamin gampang nemu bejibun info tentang daerah ini.

Anehnye ye, udeh bolak balik jalannye diperbaiki dan lobang-lobang akibat banjir ditutupin saluran gotnya tetep aje segitu gak dilebarin apelagi didalamin. Masak lebarnya cuman kire-kire setengah meter aje. Kalo kedalemannya gak useh ditanya deh bile sampeh-sampeh nyang berserakan masuk ke sono pasti jadi tambeh dangkal aje. Nyang ane kagak abis pikir juge ape Bu Gubernur nyang berkuase di Pronpinsi tetangge Ibukote ini kagak pernah turun meninjau jalan-jalan nyang bolak balik diperbaiki ini, padahal bukan rahasia lagi bile dikelola dengan baik pasti daerah nyang ane sebut ini bisa nebelin pundi-pundi propinsinye. Daerah Cipadu udeh banyak diisi para pedagang eceran dan grosiran yang bile ditata apik bise jadi daerah perputaran fulus gede-gedean nyang secare kagak langsung akan menyejehtereen penduduk nyang bermukim di sane. Untuk mencapai itu tentu diperluin sarane jalan raya penunjang yang bagus .... iye gak Beh?!.

Selain got kecil nyang sering mampet dan bikin jalanen jadi berkuah alias banjir, sepanjang jalan ini kagak ade trotoar nyang memadai. Padahal ye sepanjang jalan ini telah berdiri pertokoan yang dimenejerin penduduk asli atawe pendatang (semisalnye orang Minang, Batak, Cina dan ade juge India). Kalau aje pemerintehnye punya insting bisnis nyang kuat serte visi dan misi jangka panjang (ceile... mission imposible kali ye...) kagak jangka pendek semate ane yakin dalam waktu kagak lame daerah Cipadu bisa nyamain Tanah Abang nyang ade di Jakarta Pusat. Sebaliknye bile care ngelolanye kagak berubeh juge ane pasti tambah sedih aje deh...hikshiks..

Biar ente nyang belom pernah ke sini ane kasi tau ye. Di sepanjang daerah Cipadu ini banyak sekali pengusaha kecil menengah yang membuka usahe. Kalo ente wisata belanje masuk ke gang-gang kecil sepanjang jalan nyang name resminya Jl. Wahid Hasyim ente bisa nemuin pengusaha kaos (tshirt) untuk anak dan dewasa, pengusaha pembuat tas wanita, tas sekolah, pengusaha konveksi pakaian dan perlengkapan bayi, perlengkapan kamar tidur (seperti sprei, kasur dan bantal) dan banyak lagi usahae-usahe lainnya. Jadi ane yakinkan ame ente semue bahwa pembuatan got yang memadai dan trotoar nyang nyaman pasti akan mendukung pengembangan daerah ini. Kalo bisa jalannya dibuat mulus kagak bolong sana-sini trus kagak ade lagi gundukan- gundukan aspal nyang membahayakan pengendara motor atawe mobil. Trotoar nyang kece pasti akan membantu pembeli dan pelancong menjadi merasa seneng berkunjung. Nyang jelas ane bisa lari pagi santai dari ujung jalan Pasar Kreo ampe ujung lain di Komplek Jurang Mangu seperti disaranin dokter nyang sering ngobatin penyakit ane ... hehehe ketauan ngelabanye deh.

Hal lain nyang bikin kesel ane ada di pertigaan keluar masuk dari Cipadu ke jalan Raya Ciledug, yaitu pas di pasar Kreo. Kalau pagi saatnye semua orang keluar rumeh nyang mo ngantor , nyang mo ke sekolah dan nyak-nyak nyang mau belanja kebutuhan dapur semua desek-desekan, karne jalannye sempit. Ditambah jalur Ciledug Raya nyang emang udeh terkenal ame macetnya. Tambeh pareh aje jadinye. Seandainya jalannye dilebarin dikit ditambeh trotoar untuk pejalan kaki kejadian senggol-sengolan nyang bikin risih dijamin kagak ade lagi. Saluran airnya juga mampet abis malahan udeh ketutup same sampeh-sampeh pasar yang ke sapu kesane.

Nah Cang Cing Nyak Babeh kalau ane kerjanya ngeluh aje kayaknya basi ye. Pasti ente semue bakal ngomong “ nyak nyang penting solusinye gimane” . Dari pade ane babak belur digebukin rame-rame ama ente karne ngeluh aje, ane nyaranin kayak gini aje ye. Ane urutin solusinye atu due tige biar kliatannye rade-rade sistimatis gitu (ceileh jadi sok ilmiah nih ye....):

1. Jajaran Pemda Tk I dan Tk II nyang kelola daerah nyang ane maksud kudu turun gunung dan melihat potensi wilayahnye ini baek-baek. Mereka kudu insyap bahwe daerah ini adalah gunung emas nyang belum ditambang.
2. Membuat perencanaan nyang mumpuni untuk melebarkan saluran pembuangan air dan pembangunan trotoar nyang apik (kali ane kagak perlu kasih gambar trotoar cantik ala jalanan di negare-negare Eropeh ye, soalnya ane yakin walikota dan gubernurnya lebih tau dari pade ane karne pasti sering tur keliling Eropeh sane)
3. Melalui pemuka masyarakat dan para pedagang nyang ada di sepanjang jalan, rencane nyang udeh disusun di no 2 itu disosialisasikan ke semua penduduk nyang ade di sane biar ntar kagak ade penolakan masyarakat nyang kagak diinginkan.
4. Dinas-dinas yang terkait turun ke masyarakat lebih sering tuk ngasi penerangan dan ajakan untuk hidup bersih, mengkelole sampah dan kagak ngebuangnye sembarangan sehingge kagak mampetin saluran air bila musim hujan dateng.

Kayaknye segitu aje deh curhat ane, soalnye kalau kebanyakan ntar ente bosen ngebacenye hehehe........

Tangerang, 13 Mei 2010

Rabu, 12 Mei 2010

Si Kirik Kembali Beraksi.... “Pertanda Satu Jaman Lama Muncul?”




Seperti biasa yang ku nanti bila suami pulang dari tokonya setiap malam Senin adalah “Kompas Minggu”, artikel utama yang kubaca pasti berita selebriti bukan berita politik masalahnya kalau baca artikel atau berita jenis yang satu ini pasti “capek deh” dengan pernyataan politikus yang bohong melulu. Terus baru aku menengok kartun yang selalu bisa membuat aku mentertawakan diri sendiri.

Nah Mingu ini, 9 Mei 2010 ada sedikit yang agak aneh kulihat dari kartun Panji Koming milik pak Dwi Koen. Ada sesuatu yang sudah lama tidak muncul. Siapa itu? Ya tak lain tak bukan adalah si gukguk pak Dwi Koen yang suka menyalak dan menggigit pantat tokoh yang sedang digambarkan.

Penasaran apakah pengamatan aku salah, aku coba buka halaman Kompas seminggu sebelumnya ternyata memang benar “si Kirik “ tidak ada. Jadi observasiku tidak terlalu salah rupanya. Kenapa si Kirik muncul lagi ya?

Semasa jaman orde baru si Kirik selalu ada, kerjanya kalau tidak menggongong ya menggigit pantat tokoh-tokoh politik yang tengah diparodikan oleh kartun itu. Semua kita yang sudah melek politik masa itu tahu kalau mengkritik pemerintah secara langsung tentu konsekuensinya membahayakan diri sendiri atau keluarga. Setelah jaman reformasi bergulir barangkali pak Dwi Koen merasa gonggongan dan gigitan Kirik tidak terlalu diperlukan lagi karena semua orang telah bebas untuk menggonggongkan apa saja .

Seiring gejala perpolitikan yang mengharubirukan hati belakangan ini dimana suara-suara kebenaran sedikit demi sedikit mulai kembali ditenggelamkan oleh tokoh-tokoh penguasa jagat pewayangan seperti ditangkapnya “peniup peluit” Susno Duadji, perkara Bibit Chandra yang diangkat kembali, kasus Century yang tidak selesai, anggota DPR minta gedung baru ditengah kerontokan gedung-gedung sekolah, ibu Sri Mulyani yang “pindah” kerja ke negara orang menjadi “TKW” atau terpilihnya sekber Partai Koalisi pendukung pemerintah dll. Rupanya pak Dwi Koen merasa perlu melepaskan kembali Kirik kedunia pewayangan untuk menggigit pantat mereka yang tengah tertawa terkekeh karena merasa telah menang dan kembali berada di atas awan. Salakan dan gonggongan Pailul dan Panji Koming saja atau wejangan “guru” dirasakan sudah tidak mempan. Makanya gigi tajam dan salakan keras Kirik diberdayakan kembali.

Semoga saja munculnya Kirik bukan berarti kembalinya masa kegelapan yang akan mengalahkan secercah sinar terang dari singsingan matahari yang belum sepenggalan di negri kita tercinta ini.

Tangerang, 12 Mei 2010