Minggu, 07 Maret 2010

Nikmat Yang Diabaikan

Terkesima aku membaca firmanMu : “Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan”. Duapuluh tujuh kali Engkau kalamkan dalam satu suratMu (Al Qur’an: surat Ar Rahman) yang hanya berisi tujuhpuluh delapan ayat. Itu berarti 35 persen dari ayat-ayat Mu pada surat itu menempelakku hambamu yang sering kufur atas nikmat Mu itu, aku seharusnya malu.. malu sekali. Tapi kenapa malu yang juga merupakan nikmatMu sering luput dari hambaMu yang bodoh ini, hanya karena mementingkan kefanaan duniaMu atau mengikuti seruan musuh sejatiku. Padahal Engkau yang begitu mencintaiku selalu mengingatkan agar jangan terperdaya oleh tipuan makhluk dunia dan musuh sejati ‘setan dan iblis lanatullah’ yang pasti selalu mengintip dan mengiringi setiap gerak langkahku dan akan langsung memperdaya atau menyerang tatkala aku lengah.

Hanya perih daging disekujur kaki akibat sakit langsung berentetan keluhan keluar dari mulutku yang alpa kujaga. Padahal rasa sakit itupun juga salah satu nikmat yang Engkau janjikan untuk hamba-hambaMu bila sabar menerimanya. Memang benar sindiranMu itu bahwa aku hambaMu yang dhaif ini terlalu sering mendustakan nikmatMu itu.

Bagaimanapun aku berdalih betapa banyak hadiah kenikmatan telah Engkau berikan padaku melalui derita sakit yang tak seberapa dibanding derita yang kau cobakan pada hambaMu yang sangat penyabar Ayub Alaihissalam. Dengan nikmat sakit itu aku tak perlu lagi berkejaran waktu mempersiapkan diri pergi mencari nafkah sambil mengurus tetek bengek rumah tangga. Setelah Kau kirimkan nikmat itu belahan jiwa yang Kau beri untukku ( dengan hidayah yang juga nikmatMu) menjadi lebih giat berniaga dan menyuruhku istrahat di rumah saja membebaskankan aku dari rutinitas bertahun-tahun yang membosankan jiwaragaku. Dengan nikmat derita sakit pula secara tak langsung Engkau beri aku kesempatan mengenal hamba-hambaMu yang lain yang telah tercerahkan oleh bimbinganMu melalui teknologi dunia maya ini.

Ketika seorang hamba lain mengatakan bahwa penyakitku ini tak bisa disembuhkan dan seumur hidup harus tergantung dengan obat-obatan racikan tangan manusia yang mengaku ahli karena jenjang sekolahnya yang tinggi. Aku tersadar dan membantah pendapat itu, karena teringat perkataanMu bahwa setiap penyakit ada obatnya. Sekarang tersadar aku bahwa bukan obat yang menyembuhkanku tapi Engkaulah Tuhan yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang yang akan memberi nikmat kesembuhan padaku, seperti yang telah Engkau buktikan terjadi pada hambamu sang penyabar. “dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdo’a kepada Tuhan-nya, (“ya Tuhan-ku), sungguh aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang Penyayang” (Al Qur’an: Al Anbiyaa’ 83). Maka kami memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya....dst (Al Qur’an: Al Anbiyaa’ 84).

Tatkala aku bosan berobat dengan cara konvensional yang mengharuskan aku menelan pil besar-besar yang sering menyebabkan lambungku merasa sesak dan kerongkonganku tersedak datanglah nikmatmu yang lain. Engkau pertemukan aku dengan hambaMu yang lebih mengetahui keampuhan khasiat herbal dari berjenis-jenis tumbuhan yang ada di tanah airku yang kaya raya ini. Dengan meracik herbal itu melalui tangan sendiri nikmat lain Engkau berikan duhai Yang Maha Pengasih Penyayang. Aku bisa menghemat fulus yang pas-pasan (menurut hambaMu yang loba dan tamak ini).

Ketika keluhan lain dari rongga tak tahu bersyukur ini keluar pula yaitu tentang rumah kontrakan yang selalu tergenang banjir bila guguran hujan dari langitMu turun. Tanpa kusadari pada saat bersamaan sebenarnya Engkau sedang meluncurkan nikmat lain padaku. Sehabis musim banjir tumbuhlah dengan subur berbagai jenis tanaman obat yang cocok untuk mengobati penyakitku di sebidang tanah sempit di halaman depan rumahku. Ada pohon mengkudu, pohon pete cina yang selalu berbuah lebat, pohon alpukat, pohon kapuk, dan banyak perdu lain yang juga bagus diolah untuk meringankan berbagai penyakit ( seperti perdu ceplukan, si dukung anak dan lain-lain). Berkah banjir yang sering melanda di musim hujan itu menyuburkan tanam-tanaman itu tanpa perlu merepotkan aku untuk memberi pupuk tambahan. Maka cocok sekalilah peringatanMu itu “ Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan”.

Sering sekali aku melupakanMu ketika Kau beri aku kenikmatan nyata, tapi bila sedikit saja Engkau sentil aku dengan kekurangan harta, martabat ataupun tahta berburai-burailah air mata ketika mengadu padaMu agar Engkau melimpahkan nikmat-nikmat yang aku suka itu ditambah pula dengan ketidaksabaran menunggu jawaban dariMu agar Engkau mengijabah permintaanku itu. Duh betapa kufurnya aku hambaMU yang senang menganiaya diri sendiri ini.

Hanya sedikit yang Engkau wajibkan agar aku lakukan dalam ritual peribadatan yang Engkau ajarkan. Yang sedikit itupun aku tak khusuk menjalaninya bahkan sering aku lalai atau alpa. Jauh lebih pekat konsentrasiku untuk kerja dunia, padahal yang Engkau wajibkan itu bukan untuk kepentinganMu hanya untuk kepentingan aku semata. Maha Benar Engkau dengan segala FirmanMu “Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan”.

Tangerang, 6 Maret 2010

Hesti binti Husein

Tidak ada komentar: