Kamis, 25 Februari 2010

Komunikasi Yang BerEmpati




















deboer.outbound@yahoo.com

“Kau bisa pergi ke Jogja hari Sabtu depan untuk acara lamaran si Dudi kan Zal?, masalahnya Dudi cuman libur hari itu.” Kalimat yang diucapkan seorang kakak tertua kepada adik laki-lakinya ketika dia menemui adiknya. Adiknya terdiam sebentar dan kemudian dengan tergagap Zal menjawab: “o o i ya...kalau maag saya ngak kambuh kak”.

Dua hari kemudian terjadi perbincangan antara si adik yang dipanggil Zal itu dengan sepupunya Rey.

“Rey kau diminta kakak gak pergi ke Jogja?”. “Iya, Zal kemaren kakak telpon saya, sebenarnya saya bingung mau jawab apa .. habisnya kakak tiba-tiba nelpon dan tanpa prolog langsung nembak gitu”. “ Nah betul Rey masalahmu sama saja denganku, selama ini si Dudi yang mau ngelamar pacarnya itu gak pernah datang ke rumah apalagi menanyakan kesiapan kita untuk menemaninya, tau-tau mamanya sudah datang dan menentukan hari pelaksanaannya dan kita seolah-olah harus langsung setuju dengan jadwal mereka!?” Zal menimpali sepupunya sambil geleng-geleng kepala. Sejenak kemudian Rey mengungkapkan keluhannya :“Saya sepertinya gak bisa pergi Zal, sudah jaraknya lumayan jauh dan tiga hari pula, keuangan dan kesehatan sepertinya tak mengijinkan saya pergi ..... sayang aja Dudi gak berusaha mengerti keadaan kita masak untuk acara sepenting itu gak ada komunikasi dan kompromi dulu dengan kita apalagi sebenarnya kita ini kan paman- pamannya yang tertua”. Sambil menghela nafas dalam Zal menjawab :”Betul kau Rey itu pula keberatanku yang utama, kau kan tahu hari Sabtu aku harus bayar tukang jahit konveksiku, si Dudi meminta kita pergi sesuai kepentingan dia aja... dia yang mau melamar saja gak mau merugikan waktunya barang sedikit, sementara kita diminta menemani tanpa tanya apakah waktu yang ditentukannya itu sesuai untuk kita”.


Masalah komunikasi seperti yang tersirat pada dialog-dialog di atas pasti sering terjadi dikalangan masyarakat saat ini. Mulai dari lingkup keluarga kecil sampai pada komunitas yang menjadi panutan banyak orang. Sering terjadi pertengkaran besar hanya karena masalah komunikasi yang tak berimbang atau sejalan. Belakangan kita sering menonton di televisi para anggota DPR berbicara “ngotot” berdasarkan kepentingan partai masing-masing. Ujung-ujungnya tak ada kesepahaman untuk kebaikan bersama apalagi untuk kepentingan rakyat jelata.


Dalam kasus dialog di atas akhirnya kedua orang paman memutuskan tidak jadi pergi menemani ponakannya dalam acara peminangan karena si ponakan tak memahami perasaan paman-pamannya. Alangkah sayangnya hanya karena ponakan tidak mencoba memahami perasaan dan keadaan pamannya dia gagal menghadirkan mereka di acara yang mestinya sangat bermakna baginya. Di sini terlihat tujuan Dudi dan ibunya berkomunikasi dengan paman-pamanya tidak tercapai.


Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).


Bagaimana agar komunikasi bisa ditafsirkan sama oleh penerima pesan? Disini perlu suatu ketrampilan yang bisa dilatih dari semenjak usia dini, yaitu melalui kemampuan berempati.

Empati (dari Bahasa Yunani yang berarti "ketertarikan fisik") didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan. ( Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Resonansi secara fisika berarti ikut bergetarnya suatu benda karena persamaan frekuensi. Dengan empati, seseorang akan membuat frekuensi perasaan dalam dirinya sama dengan frekuensi perasaaan yang dirasakan orang lain. Sehingga ia turut bergetar, turut memahami, sekaligus merasakan apa yang dirasakan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. (Empati: Sebuah Resonansi dari Perasaan, Dhamas, 24 Oktober 2009, http://www.kompasiana.com).


Pada kasus Dudi dan ibunya, sebaiknya sebelum memutuskan rencana meminang calon mereka datang dan memberitahu paman-pamannya (bila memang ingin melibatkan mereka) serta menanyakan kapan waktu yang tepat bagi mereka semua agar acara yang digagas berlangsung sukses. Dudi dan ibunya seharusnya mencoba membayangkan bila keadaan terbalik mereka berada pada posisi paman- paman tersebut kemudian diundang tanpa diskusi sebelumnya apa jadinya?




Komunikasi yang berempati ini bisa diajarkan pada anak-anak pada usia dini dan terus dilanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalnya seorang anak TK akan mencubit temannya, coba pegang tangannya dengan lembut dan ucapkan “jangan cubit temannya ya sayang, coba cubit tangan dedek dulu....kalau sakit berarti ntar temannya juga sakit.....”. Pada anak mulai remaja kita bisa mengajarkan mereka berpikir dulu sebelum melontarkan kata-kata kasar mengenai tampilan fisik teman-temannya. Suruh mereka membayangkan apa perasaannya bila dia yang diejek seperti itu. Untuk yang lebih dewasa, sebaiknya mereka diajak dalam diskusi-diskusi acara keluarga dan melihat keseharian saudara-saudara jauh mereka. Para mahasiswa bisa ditingkatkan ketrampilan komunikasi yang berempati dengan program-program yang langsung berhubungan dengan kehidupan rakyat yang sebenarnya jadi tidak terpaku pada pelajaran teoritis atau teks book semata. Barangkali seperti program KKN (Kuliah Kerja Nyata) jaman dulu tapi yang lebih membumi.


Sebenarnya masih banyak contoh kasus yang lain dalam keseharian yang merupakan akibat kurangnya ketrampilan komunikasi yang berempati ini, namun hanya sekelumit contoh di atas yang bisa saya tuangkan saat ini. Inipun mungkin tidak atau kurang tepat tak lain adalah karena kekurangpahaman saya semata. Mudah-mudahan teman-teman atau senior yang lebih pakar akan memberi masukan ilmu yang lebih baik pada saya.


Hanya kepada Engkau ya Rabb aku harapkan ilmu dan hikmah bermamfaat serta rezki yang berkah, amiin.


Tangerang, 25 Februari 2010

1 komentar:

Fatma Elly mengatakan...

Assalamu'alaikum.wr.wb.Cerita/tulisanmu bagus Ande.Wawasan juga terlihat. Perbanyaklah terus bacaan dan tulisan. Salam hangat bunda fe.